Economic Outlook 2022: Angka Bagus dan Kerumitan di Daerah

Economic Outlook 2022:  Angka Bagus dan Kerumitan di Daerah

TIDAK ada pakar ekonomi yang bisa memperkirakan, apakah Covid-19 yang sudah melandai itu tidak kumat. Sehingga ekonomi tahun depan sukar diprediksi. 

Karena itulah Founder Harian Disway Dahlan Iskan memaparkan kondisi Covid-19 terkini dalam Economic Outlook 2022 di Dian Universitas Ciputra kemarin (15/12). Muncul varian baru Omicron yang ternyata tidak begitu membahayakan. Angka kematiannya di kisaran 2 persen. Seperti Covid-19 pada umumnya.

Ia juga tertarik dengan teori tentang paparan sinar UV yang membuat paparan Covid-19 Indonesia rendah. Wilayah khatulistiwa terpapar paling banyak. Namun tidak semuanya mendapat paparan sebanyak Indonesia. “Bahkan Jawa itu sampai hitam,” ujar Dahlan.

India, Afrika, dan Amerika latin di dalam peta itu lebih mengarah ke warna oranye.

PEMAPARAN Dahlan Iskan dalam Disway Business Forum, Economic Outlook 2022 di Universitas Ciputra, Surabaya. (Foto Eko Suswantoro-Harian Disway)

Dahlan pernah berdebat dengan ahli itu. Negara bagian Texas panas, tapi kasus Covid-19 begitu tinggi. Setelah dibuka, paparan UV di Texas ternyata sangat rendah: maksimum 5. Di Jawa paparannya mencapai 10. Bahkan di Papua bisa sampai 12.

Sementara Inggris yang kasus hariannya konsisten di angka 40 ribu, paparan UV-nya hanya 4.

Jika teori itu benar, Indonesia patut bersyukur. Tenaga untuk menangani Covid-19 lebih ringan dibanding negara lain. Bahkan tingginya sinar UV itu memunculkan potensi bisnis skin care. Terutama bagi perempuan yang takut kulitnya menghitam.

Dalam sesi kedua, Dahlan memaparkan angka-angka bagus dalam pertumbuhan ekonomi. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa ekspor Indonesia mulai sehat. Terutama yang ke Tiongkok. ”Data ini menunjukkan bahwa ekspor kita ke Tiongkok itu semakin penting dan semakin penting dan semakin penting,” ujar mantan Dirut PLN itu.

Dalam sembilan bulan terakhir ekspor tertinggi ada di sektor industri kimia. Nilainya mencapai USD 3,155 miliar. Itu setara dengan Rp 45 triliun. Setelah ditelusuri itu adalah crude palm oil (CPO) atau minyak kelapa sawit.

Industri kertas juga tumbuh. Dahlan yang pernah mengelola pabrik kertas meraba-raba. Kebutuhan kertas untuk tulis menulis menurun drastis. Apalagi untuk media cetak.

Ternyata ekspor kertas melonjak karena ekosistem bisnis online tumbuh begitu baik selama pandemi. Bahkan di seluruh dunia. Mereka perlu banyak bungkus dan karton untuk produknya.

DIREKTUR Marketing Pakuwon Sutandi Purnomosidi (tengah) bersama Dahlan Iskan dan  Dirut Harian Disway Tomy C. Gutomo.

Industri makanan ternyata juga menyumbang ekspor yang tinggi. Nilainya mencapai USD 4,860 miliar atau setara Rp 69,79 triliun. ”Apa maksudnya industri makanan ini. Masak kita ekspor rendang atau soto,” kata pria 70 tahun itu.

Setelah ditelusuri ternyata ada minyak goreng. Lagi-lagi ada kaitannya dengan perkebunan sawit.

Sementara yang tertinggi adalah ekspor logam dasar. Dahlan melihat ekspor logam Indonesia tidak pernah setinggi itu. ”Ternyata ini nikel. Ini hasil industri langsung dari Morowali, Sulawesi Tengah yang besar sekali. Rupanya mulai menghasilkan,” lanjutnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: