Mahasiswa UK Petra Ciptakan Film Dokumenter tentang Kehidupan Orang Tuli
BANYAK cara mengekspresikan kepedulian kepada penyandang disabilitas. Salah satunya lewat film dokumenter. Mahasiswa Universitas Kristen (UK Petra) membuat film dokumenter berjudul Life of Silence. Yang menggambarkan tentang kehidupan orang tuli.
Film itu dibuat dalam jangka waktu 3 minggu. Tapi sudah dikonsep sejak empat bulan lalu. Awalnya film itu hanya dibuat tugas kuliah.
"Tapi kan tanggung. Kami mau buat film yang bagus sekalian," ungkap Thomas Lesmono, sutradara.
Thomas mengambil pemeran dari remaja tuli. Bernama Adit. Ia merupakan ketua komunitas Akar Tuli Malang. Yang memiliki kehidupan cukup menyenangkan.
Dalam film dokumenter tersebut, Thomas ingin menggambarkan suasana kehidupan orang tuli. Namun bisa beraktivitas layaknya orang pada umumnya. Selain itu, menurutnya selama ini film mengenai orang tuli jarang ditemukan. Kebanyakan mengenai tuna netra.
"Jadi dari film ini kami mau membuat gebrakan baru dalam film dokumenter. Jadi harapannya ada banyak variasi,'' kata laki-laki 20 tahun itu.
Selain itu, momen tuli juga lagi ramai dibicarakan. Apalagi sejak Menteri Sosial Tri Rismaharini memaksa orang tuli berbicara. Sehingga diharapkan film yang dibuat Thomas bisa menjadi edukasi kepada masyarakat luas. Bahwa orang tuli tidak bisa dipaksa sama dengan orang pada umumnya. Mereka bebas memilih mau memakai oral atau menggunakan bahasa isyarat dalam berkomunikasi.
Pembuatan film itu menghabiskan dana sekitar Rp 4 juta. Meskipun termasuk murah, Thomas berharap filmnya itu bisa masuk festival. Bahkan kalau bisa berdampak luas ke masyarakat.
Pengurus Komunitas Film Montase Agustinus Dwi N. menilai film tersebut. Menurutnya film buatan Thomas cukup menarik. Apalagi pemutaran film tidak memakai suara. Sehingga penonton bisa merasakan kehidupan orang tuli.
Meski begitu ada beberapa catatan mengani film itu. Salah satunya mengenai ketidakjelasan konsep. "Saya kira bakal mengritik transportasi yang tidak ramah kepada orang tuli. Ternyata tidak. Harusnya kalau spesifik jadi bagus," ujarnya.
Selain itu, proporsi tata letak gambar juga kurang baik. Ada beberapa kegagalan dalam pembuatan film. Salah satunya gambar yang bergetar. Sehingga para penonton cenderung pusing saat melihatnya.
Kemarin Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jatim Sinarto juga menghadiri pemutaran film tersebut. Menurutnya Life of Silence merupakan momen mengenal masyarakat tuli. Namun memiliki semangat kerja yang tinggi.
Baginya dengan menonton film itu, masyarakat bisa terbiasa berdampingan dengan orang tuli. "Kami berharap keramahan kepada disabilitas bisa lebih baik lagi," ujarnya. (Andre Bakhtiar)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: