Adaptasi Budaya Para Suster

Adaptasi Budaya Para Suster

Sekolah Santa Maria Surabaya telah menjejak perjalanan seabad. Perayaan oleh guru, siswa, dan alumni dirangkum dalam Sacred Journey.

Dalam ruang gedung aula lantai 4, komplek Kampus Santa Maria, Jalan Raya Darmo 49 Surabaya, biarawati, pastir, dan pengurus sekolah tampak bersuka cita. Selain masih dalam suasana Natal, mereka menyambut ulang tahun sekolah yang keseratus.

Tirai panggung aula terbuka perlahan. Kepala sekolah Santa Maria, Maria Theresia Nike K, M. Pd, menyampaikan rasa syukur. ”Syukur kepada Bapa di Surga. Dengan semangat melayani, sekolah Santa Maria telah berdiri seratus tahun lamanya,” ungkapnya.

Dalam perayaan seratus tahun usia, semua elemen sekolah terlibat dalam pementasan Sacred Journey. Sebuah drama musikal yang menggambarkan panggilan suci para biarawati Ordo Ursulin untuk menjalankan misi kemanusiaan. Banyak dari mereka ditugaskan ke Pulau Jawa.

Ketika di Surabaya, para biarawati itu tiba di Surabaya. Mereka mendirikan sekolah Santa Maria untuk memberikan pendidikan bagi anak-anak. Maka sejak era kolonial sekolah tersebut telah berdiri dan berkontribusi bagi dunia pendidikan.

”Mari kita sambut dengan tepuk tangan meriah. Pementasan Sacred Journey!,” ujarnya.

Tim pementasan ulang tahun ke-100 Sekolah Santa Maria berjudul ”Sacred Journey” yang melibatkan semua elemen sekolah Santa Maria. Semua tampil all-out demi memperingati eksistensi lembaga yang mereka junjung. (Pambuko Kristian untuk Harian Disway)

Pementasan dibuka dengan alunan gamelan yang dikomando Pambuko Kristian. Guru karawitan SMAK Santa Maria itu menabuh kendang. Mula-mula lembut. Lantas  menghentak-hentak.

Para penyanyi latar menyanyikan lagu puji-pujian. Hadir di atas panggung beberapa aktor yang mengenakan pakaian biarawati. Diperankan para guru. Datang berderet di belakang aktor pria yang membawa lambang Sekolah Santa Maria.

Anda telah dipanggil untuk menjalankan tugas yang khusus ini. Selayaknyalah Anda berterima kasih. Kata yang selalu memesona jiwa. Kata yang selalu melelehkan sukma. Kudiantar dalam perjalanan penuh makna. Menjadi pewarta kabar gembira. Membawa janji suci nan setia. Kuabdikan hidupku dalam tangan-Nya. Tanpa tersisa. Ya, tanpa tersisa sedikit pun...

Para pengrawit yang manabuh gamelan ini seluruhnya tak lain dari Sekolah Santa Maria yang dikomando oleh guru karawitan SMAK Santa Maria Pambuko Kristian. (Pambuko Kristian untuk Harian Disway)

Demikian prolog pembuka pementasan. Pambuko, inisiator Sacred Journey, berjalan ke panggung. Membawa wayang gunungan. Ia menyanyikan tembang Jawa tentang ucapan syukur, kemudian menancapkan gunungan tersebut di sisi kanan panggung. Pertanda bahwa pementasan telah dibuka.

Meski tampak modern dan dalam beberapa momen mengetengahkan musik ala Eropa, pementasan Sacred Journey tak melupakan tradisi Nusantara.

Peranti-peranti seperti alat musik tradisi serta pakaian adat khas berbagai daerah juga banyak dikenakan oleh para aktornya. Termasuk Pambuko. Ia mengenakan baju Jawa seperti seorang dalang. Karena ia adalah pembuka pementasan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: