Bangkit setelah Kebakaran

Bangkit setelah Kebakaran

Surabaya punya segudang anak muda kreatif yang bermental baja. Sebagian mampu menjalankan bisnis hingga diakui di tingkat internasional. Seperti Agung Dwi Kurnianto. Satu dari lima pendiri Revolt Industry.

Usianya baru 32 tahun. Lewat bisnis yang dijalankan lewat perusahaan yang bergerak dalam penyediaan aksesori berbahan kulit, baik asli maupun sintetis, ia punya puluhan pegawai, sekarang.

Mengusung bendera Revolt Industry dengan modal awal sekitar Rp50 juta, Agung dan teman-temannya terjun mengolah kulit sejak 2014. Bisnis yang diawali karena Agung banting stir setelah menekuni dunia fotografi.

Saat itu pengetahuannya masih nol besar. Karyawan hanya lima orang. ”Dulu tak semua kami produksi sendiri. Ada mitra. Kami mendesain lalu dikerjakan orang lain,” katanya.

Belajar dengan melihat tutorial dari YouTube dan relasi-relasi, Agung meningkatkan kualitas dan penetrasi produknya. Berbagai produk andalan mulai dompet, ID card holder, tas, hingga jaket, dibuat hanya dengan bahan kulit sapi Jawa.

Selama menjalankan Revolt Industry, Agung Dwi Kurnianto (kiri) dan rekan-rekannya selalu optimistis. Industri kulit di tanah air terbilang kekal. Sebab bahan bakunya akan selalu ada.

”Ternyata kulit terbaik di dunia itu ada di Indonesia lho. Banyak pabrik-pabrik penghasil kulit dari Indonesia ekspor produknya ke mancanegara, kemudian diberi label, lalu balik lagi ke Indonesia,” katanya.

”Anehnya dengan harga bisa melambung 8-10 kali lipat dari harga aslinya. Padahal pada dasarnya itu produk Indonesia,” lanjut pria penghobi motor chopper itu.

Namun Agung optimistis. Industri kulit di tanah air terbilang kekal. Sebab bahan bakunya akan selalu ada karena masyarakat Indonesia gemar makan daging sapi.

Untuk merebut konsumen, Revolt Industry mengolah produknya hanya dengan mengandalkan tangan pengrajin alias hand made. Mulai olahan awal, pelukisan di medium kulit, hingga ke jahitan demi jahitan. Kecuali untuk produk-produk besar seperti tas dan jaket yang membutuhkan bantuan mesin.

Revolt Industry pernah hampir bangkrut pada 2016. Saat baru menginjak satu tahun. Setelah bengkel atau garasi kerja terbakar habis. Rancangan desain, pesanan konsumen hingga bahan baku semua ludes.

Revolt Industry harus vakum selama sebulan. Tak ada modal untuk melanjutkan.  ”Saya dan teman-teman hampir putus harapan buat melanjutkan bisnis,” papar ayah dari seorang anak itu.

”Karena sudah jadi passion, sudah jadi abu pun pasti bisa bangkit lagi. Meskipun kebangkitan itu tak serta-merta mudah,” sambungnya, lagi.

Namun Agung menyadari kalau bisnis kulit di tanah air sangat ramai pelaku. Apalagi hasil serta kualitas produknya tidak jauh berbeda. Ini jadi tantangan tersendiri agar bisa kembali menancapkan taji.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: