Mengitari Petilasan Leluhur serupa Fraktal UFO

Mengitari Petilasan Leluhur serupa Fraktal UFO

Rumah Pacenan satu-satunya yang ada sebelum akhirnya Alit Indonesia membangun satu rumah lagi. Detail rumah adat Desa Mujan inilah yang dijadikan acuan Alit Indonesia untuk membangunannya.

”Tak ada yang tahu maknanya apa. Namun berdasarkan wangsit yang diperoleh, kalimat-kalimat mantra tersebut harus dihapal dan diucapkan,” ungkap pendiri Alit Indonesia sejak 1998 itu. Warga yang menjalankan ritual Sandhor tampak menyanyikan mantra tersebut sembari sesekali mengangkat tangan yang bergandengan satu sama lain.

Dalam membangun dan memberdayakan Dusun Mujan, Alit Indonesia melibatkan remaja dan menanamkan semangat Hasta Brata. Yakni landasan sikap untuk membangun diri. Antara lain: wareg, waras, wismo, wasis, wastra, waskita, waruga dan wicaksana.

Pertama, wareg. Para remaja diajak untuk memahami bahwa semua hal diawali dengan cara manusia bertahan hidup. Caranya, dengan mengelola sumber daya alam menjadi sumber pangan. Para remaja dan warga diajak bertani menggunakan benih mandiri, pupuk dan pestisida organik

Kedua, waras. Yakni semangat untuk menanam tanaman sehat. Sebab, 25 persen biodiversity flora dunia berada di Indonesia. Sebagian diantaranya merupakan bahan baku pangan dan obat-obatan. Selain bernilai ekonomis, masyarakat juga dapat hidup sehat dengan bertanam tanaman tersebut.

Ketiga, wismo. ”Rumah adalah ruang interaksi sosial dan budaya. Selain itu, rumah adat dan rumah warga desa dapat menjadi mengundang daya tarik bagi wisatawan,” ungkapnya. Itulah alasan Alit Indonesia mengembangkan dan membangun kembali rumah adat Pacenan. “Banyak masyarakat Jember tak tahu bahwa mereka punya rumah adat khas. Maka pembangunan ini juga bertujuan untuk melestarikan warisan kebudayaan Jember,” tambahnya.

Keempat, wasis. Yakni memberi panduan pendidikan berupa keterampilan hidup, serta belajar tentang tradisi lingkungan setempat. Juga belajar tentang nilai-nilai luhur tradisi untuk mengelola alam dan lingkungan sosial.

Kelima, wastra. Yakni upaya menjaga kelestarian busana lokal dan mengajak remaja serta warga untuk menanam bahan baku busana. Misalnya, kapas, serat nanas, rumput rami, banang sutra, tanaman pewarna. Selain itu masyarakat juga diajak untuk memelajari motif-motif busana lokal, jika terdapat motif dalam busana khas daerah tersebut.

Sebelum digelar ritus Sandhor, sejumlah remaja setempat bersama tim Alit Indonesia sempat berlatih bagaimana menggelar ritus tersebut.

Keenam, waskita. Ragam tradisi dari lingkungan setempat merupakan bagian yang dapat menghidupkan semangat masyarakat, juga sebagai pertunjukan dan aktivitas yang memperkaya rohani. Untuk itu, masyarakat diajak untuk senantiasa memelihara dan melestarikan tradisinya.

Ketujuh, waruga. Alit Indonesia mengimbau masyarakat untuk menggiatkan olahraga atau olah tubuh. “Dengan bertani, misalnya, tubuh dapat bergerak aktif. Selain itu aktivitas pertanian sering terkait dengan aktivitas seni pertunjukan. Seperti pertunjukan bela diri,” terangnya.

Kedelapan, wicaksana. Yakni agar masyarakat menaati dan menjalankan norma-norma lingkungan.”Karena norma tak lepas dari nilai yang diyakini yang berujung pada kesejahteraan bersama,” ujarnya.

Dari delapan sikap tersebut, Alit Indonesia berharap dapat tertanam dalam diri remaja dan masyarakat Dusun Mujan. ”Semoga kelak Dusun tersebut bisa menjadi desa wisata, dengan melestarikan budaya dan tradisi setempat. Sehingga mendatangkan nilai ekonomis bagi kesejahteraan warga,” pungkasnya. (Heti Palestina Yunani-Guruh Dimas)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: