Modernisasi Alutsista Butuh Rp 4 Ribu Triliun

Modernisasi Alutsista Butuh Rp 4 Ribu Triliun

RANCANGAN transformasi pertahanan Indonesia sudah ditetapkan sampai 2044. TNI akan diperkuat dengan peralatan modern yang relevan dengan perkembangan teknologi militer. Kebutuhan itu semakin mendesak setelah invasi Rusia ke Ukraina dua pekan belakangan. Ketegangan di Eropa timur memantik kekhawatiran keamanan global.

Itu sebabnya, begitu dilantik menjadi Menteri Pertahanan, Prabowo Subianto langsung tancap gas untuk memodernkan alat utama sistem persenjataan (alutsista). Mantan Komandan Kopassus itu mengajukan anggaran Rp 1.760 triliun.

Harus diakui alutsista yang dimiliki Indonesia sudah banyak ketinggalan zaman. TNI perlu penguatan agar mampu berperan di lingkungan strategis regional maupun global.

Masalahnya, dinamika global membuat rencana itu sulit tercapai. Ekonomi yang baru merangkak gara-gara pandemi, kini dihadapkan dengan isu perang dunia III di Eropa timur. “Kita tidak berada dalam kuadran ideal dalam penguatan pertahanan jika dilihat dari dinamika global dan perkembangan teknologi,” kata Gubernur Lemhannas Andi Widjajanto dalam diskusi yang digelar The Indonesian Democracy Initiative Senin (7/3) malam.

Untuk mencapai rencana hingga 2044 itu, pertumbuhan ekonomi dirancang mencapai 6-7 persen. Setelah pandemi datang di 2020, yang terjadi malah sebaliknya. Ekonomi nasional turun hingga 2,07 persen. Tahun lalu mulai bangkit lagi 3,69 persen.

Anggaran Kementerian Pertahanan tahun 2022 sebenarnya sudah dinaikkan Rp 133,9 triliun. Angkanya naik 13,28 persen bila dibandingkan outlook APBN 2021 sebesar Rp 118,2 triliun.

Namun Andi melihat angkanya masih relatif masih kecil. Nilainya selalu di bawah 1 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Untuk melakukan penguatan persenjataan (arms built-up) anggaran pertahan harus di angka 1,5 persen hingga 2 persen. “Jadi sekitar Rp 4 ribu triliun. Angkanya lebih tinggi dari yang diajukan Pak Prabowo sekitar 1700 triliun itu,” katanya.

Anggaran belanja juga harus diselaraskan dengan teknologi yang ada sekarang. Indonesia dan Prancis baru saja menyepakati pembelian 42 jet tempur Rafale buatan Dassault Aviation. Nilai kontrak pembelian 42 unit pesawat Rafale itu disebut-sebut mencapai USD 8,1 miliar atau sekitar Rp116 triliun.

Rafale adalah jet tempur generasi 4,5. Sedangkan saat ini sudah ada pesawat generasi kelima yang sudah dimiliki berbagai negara. Lompatan teknologi harus dilakukan. “Kita tahu sudah ada pesawat generasi lima. Mulai dari Sukhoi 35, F22, F35 Amerika Serikat, atau J20-nya Tiongkok,” lanjutnya.

Melihat besarnya kebutuhan anggaran tersebut, Andi melihat Indonesia tidak bisa terus-terusan menggelontorkan anggaran belanja. “Presiden Jokowi sudah meminta belanja pertahanan diubah menjadi investasi pertahanan,” jelasnya.

Koordinator di Laboratorium Indonesia 2045 (LAB 45) Iis Gindarsah mengatakan, tekanan inflasi, resesi ekonomi dan pandemi memang membuat Indonesia harus mengubah strategi belanjanya. “Perubahan-perubahan geopolitik itu menyebabkan visi pembentukan komunitas keamanan regional itu cenderung tidak tercapai,” ujarnya.

Ia sepakat dengan mengubah anggaran belanja alutsista menjadi investasi pertahanan. Keberadaan Undang-Undang Cipta Kerja bisa memperlancar proses adopsi teknologi, hingga patungan usaha dengan produsen senjata global. (Salman Muhiddin/Celina Natalia Sitorus)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: