Duel Big Data yang Sama-Sama Kosong

Duel Big Data  yang Sama-Sama Kosong

Manusia adalah makhluk simbol. Sangat kaya simbol. Inovatif. Menggeleng berarti tidak. Mengangguk berarti iya. Melirik bisa beraneka ragam. Termasuk lirikan asmara.

Simbol-simbol politik sudah ambyar berantakan sekarang. PDIP yang disimbolkan pendukung pemerintah bertentangan dengan Luhut yang juga disimbolkan sebagai pemerintah.

PAN, yang semula oposisi keras pemerintah, kini malah mendukung big data Luhut, yakni tunda pemilu.

Dirunut ke belakang, simbol politik berantakan, dimulai pertemuan Presiden Jokowi dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto, Sabtu, 13 Juli 2019, di Stasiun MRT Lebak Bulus, Jakarta Selatan.

Lalu, Jokowi dan Prabowo sama-sama naik MRT dari Stasiun Lebak Bulus menuju Stasiun Senayan, Jakarta Pusat. Dilanjut, mereka makan bersama di restoran di pusat belanja, dekat Stasiun Senayan.

Rabu, 23 Oktober 2019, Presiden Jokowi melantik Prabowo Subianto sebagai menteri pertahanan periode 2019–2024. Pelantikan di istana negara.

Rabu, 23 Desember 2020, Jokowi melantik Sandiaga Uno sebagai menteri pariwisata dan ekonomi kreatif di istana negara.

Lengkaplah. Simbol Prabowo-Sandi, tangan menggenggam dengan telunjuk dan ibu jari terbuka, tak berlaku lagi. Musnah ditelan zaman.

Itu hebatnya pemerintah. Entah siapa perancangnya. Tapi, yang tampil adalah Jokowi. Dalam memberikan pendidikan politik kepada seluruh rakyat Indonesia. Agar tidak terbelah. Agar berdamai.

Walau tak terucap, Jokowi seperti mengajari rakyatnya: ”Dukung-mendukung jangan seru-seru. Biasa saja. Mundhak mati kaku, kamu."

Ditafsirkan lebih dalam: Rakyat jangan mau dimanfaatkan politikus busuk. Yang sedang berdagang. Memberikan kaus dan nasi bungkus ke rakyat. Dapat cuan: Kekuasaan.

Sebab, ”Power tends to corrupt, and absolute power, corrupt absolutely,” kata Lord Acton (1834–1902), guru besar sejarah modern dari Cambridge University, Inggris.

Dalam perspektif politikus: Beli kaus dan nasi bungkus, jual ”tends to corrupt”.

Persoalannya, merujuk data Badan Pusat Statistik, hasil sensus penduduk 2020, rata-rata lama sekolah rakyat Indonesia adalah 8,7 tahun. Atau, tidak sampai kelas IX. Atau tidak sampai tamat setingkat SMP.

Nah, rerata tak tamat SMP, diombang-ambing oleh isu penundaan Pemilu 2024. Ya... Pusinglah kepala Barbie. Sedangkan, jumlahnya ratusan juta orang.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: