Seri Nomine Oscars 2022 (4): Drive My Car, Drama Powerful tentang Kehilangan
Sinema Jepang berkembang lebih awal dan lebih lama daripada Korea. Namun, Drive My Car adalah film pertama yang masuk nominasi Film Terbaik Academy Awards. Sukses merebut gelar Film Berbahasa Asing Terbaik di tiga ajang penghargaan besar (Golden Globes, Critics’ Choice Awards, dan BAFTA Awards), mampukah ia bersaing di kategori Best Picture?
DRIVE MY CAR menjadi film Asia ketiga beruntun yang masuk nominasi Film Terbaik Academy Awards. Setelah Parasite (pada The Oscars 2020) dan Minari (2021). Kebetulan, keduanya film Korea. Sedangkan yang ini adalah buatan sineas Jepang Ryusuke Hamaguchi.
Film yang dibintangi aktor kawakan Hidetoshi Nishijima ini diadaptasi dari novella Haruki Murakami berjudul sama. Skenarionya ditulis sendiri oleh Hamaguchi. Berkolaborasi dengan Tamakasa Oe. Di Academy Awards, Hamaguchi juga masuk sebagai kandidat Sutradara Terbaik. Serta penulis Skenario Adaptasi Terbaik.
Itu sangat well-deserved. Layak. Sebab, nuansa yang ingin ditampilkan Murakami dalam novellanya diterjemahkan dengan sangat bagus oleh Hamaguchi dan Oe. Hasilnya adalah drama yang pelan, mengalir, nyaris tidak ada ledakan sama sekali. Drive My Car membawa energi yang menenangkan. Sekalipun yang tampil di layar justru bikin depresi dan overthinking.
OTO KAFUKU (Reika Kirishima, kiri) berbincang dengan suami di mobil Saab 900 Turbo merahnya. Kenangan mereka bersama mobil itu begitu mempengaruhi hidup sang suami.
Tentang Duka yang Terpendam
Awalnya, sulit memahami Drive My Car. Adegan dibuka dengan pasangan yang habis berhubungan seks. Masih telanjang, yang perempuan menceritakan sebuah fragmen. Yang pria memancing-mancing dengan pertanyaan. Agar cerita makin mengalir. Adegan berikutnya, si pria menyetir mobil. Ia merapalkan kalimat yang diucapkan pasangannya pada malam sebelumnya.
Belakangan, diketahui bahwa yang pria itu, Yusuke Kofuku (diperankan Hidetoshi Nijishima) adalah seorang aktor teater. Yang perempuan istrinya, Oto (Reika Kirishima). Penulis skenario teater top di Tokyo.
Hampir semua pementasan Yusuke ditulis oleh Oto. Dia biasa mengarang cerita setelah bercinta dengan sang suami. Dialognya direkam. Esok paginya, rekaman suara itu diputar di mobil oleh Yusuke. Untuk dipakai berlatih. Bagi Yusuke, sendirian di dalam mobil sambil mendengarkan suara Oto adalah momentum paling intim dan membahagiakan dalam harinya.
Suatu hari, Yusuke menemukan sang istri berselingkuh. Tanpa bicara, Yusuke menyingkir. Ia tak pernah mengonfrontasi Oto. Atau memarahinya. Atau menuntut dia. Atau bahkan menyinggung peristiwa itu sama sekali. Hidup berjalan seperti biasa. Hingga Oto tiba-tiba meninggal karena pendarahan otak.
Hidup Yusuke, yang sudah sepi bahkan selagi Oto masih ada, jadi semakin sunyi. Ia tak lagi berakting. Karena tak tahan mendengar rekaman suara sang istri di dalam Saab 900-nya yang berwarna merah. Ia berfokus menjadi sutradara. Dua tahun setelah kematian Oto, ia memimpin workshop pementasan teater Uncle Vanya. Karya Anton Chekhov. Di Hiroshima.
Hanya dua bulan di sana, hidup Yusuke berubah. Pertemuannya dengan aktor muda yang pernah tidur dengan istrinya, cukup membuka mata. Dan obrolannya dengan gadis 23 tahun yang ditugaskan menjadi pengemudi pribadinya, membuat Yusuke berdamai dengan duka.
Dan akhirnya, fragmen duka Yusuke ditutup dengan sangat indah. Sangat artistik. Melalui adegan panjang di panggung pementasan. Ketika Yusuke memerankan sendiri tokoh utama Uncle Vanya. Bersama seorang aktris tuna wicara. Yang menjelaskan padanya sebuah makna hidup. Yang begitu powerful dan menggugah. Bahkan ketika disampaikan tanpa suara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: