Ketua DPRD DKI Polisikan RS Eka, Ketimpangan Power
Negara Rugi Rp 100 Triliun Per Tahun
Kasus medis sangat banyak di Indonesia. Itu sebabnya, banyak yang berobat ke luar negeri.
Itu diakui Chief Marketing Officer (CMO) Mayapada Healthcare Daniel Tjen dalam wawancara dengan wartawan Bisnis, Selasa, 3 Juli 2018.
Daniel Tjen: ”Data dari Bank Dunia, 1 persen masyarakat Indonesia berobat ke Malaysia, 2 persen ke Singapura. Devisa kita yang hilang (capital outflow) sekitar Rp 100 triliun setiap tahun.”
Menurutnya, peralatan medis di RS-RS Indonesia sebenarnya tidak kalah jika dibandingkan dengan di luar negeri. Kualitas dokter umum maupun spesialis juga tidak kalah.
Kalahnya, kata Daniel: ”Soft skill yang kurang. Tenaga medis seharusnya bisa berkomunikasi dengan pasien. Agar pasien punya kepastian. Kelemahan lain, yakni di keperawatan, itu belum dipetakan dengan baik. Kami sedang akreditasi akademik perawat.”
Dilanjut: ”Kalau kelemahan itu bisa kita benahi, Rp100 triliun per tahun itu tidak melayang ke luar negeri.”
Pernyataan Daniel senada dengan Chairman PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO) John Riady dalam keterangan pers, Kamis, 23 September 2021.
John Riady: ”Industri kesehatan merupakan salah satu sektor vital yang harus terus dikembangkan di tanah air. Momen pandemi ini selayaknya jadi bahan evaluasi ataupun pemetaan persoalan di industri kesehatan dan menguatkan ekosistemnya.”
John tidak mengatakan ada problem. Tidak. Hanya perlu menguatkan ekosistem.
Prasetyo yang ketua DPRD DKI Jakarta sampai lapor polisi. Apalagi jika kasusnya menimpa warga negara biasa, bukan pejabat?
Problem utama di sini, masyarakat awam medis yang jadi pasien pasti pasrah atas semua tindakan petugas medis. Karena ketidaktahuan medis. Di sini ada ”power” milik pihak medis.
Untuk mengimbangi ketimpangan ”power”, semestinya ada lembaga independen sebagai kontrol. Tujuannya, pasien tidak langsung lapor polisi. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: