Denda Pelanggar Perda Rokok Surabaya Hingga Rp 50 juta

Denda Pelanggar Perda Rokok Surabaya Hingga Rp 50 juta

PETUGAS Dinas Perhubungan Kota Surabaya mengampanyekan larangan merokok dan menggunakan handphone saat berkendara.-Julian Romadhon-Harian Disway-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Akhirnya, Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di SURABAYA sudah diputuskan. Mulai diterapkan pada minggu keempat Juni. Tepatnya pada Senin, 20 Juni mendatang.

Setidaknya, terdapat tujuh KTR yang bakal diberlakukan yakni, sarana kesehatan, tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum.

Sementara, empat perkantoran masih boleh. Asal menyediakan satu ruangan khusus yang langsung terhubung dengan tempat terbuka. 

BACA JUGA:Asap Rokok di Gedung Dewan

Bagi pelanggar akan dikenai sanksi. Mulai dari teguran hingga denda administrasi Rp 250 ribu sampai Rp 50 juta. “Sanksi administrasi itu sudah mulai berlaku mulai pekan depan,” ujar Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi, Jumat, 17 Juni 2022.

Cuma, sanksi tidak langsung berupa denda uang. Melainkan teguran sementara untuk mengedukasi masyarakat. Masih butuh sosialisasi lebih panjang untuk mengedukasi masyarakat.

Bahkan tak menutup kemungkinan para pelanggar akan diberi sanksi sosial. Misalnya, diganjar menyapu jalan hingga memberi makan Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). Seperti sanksi yang diterima oleh para pelanggar protokol kesehatan tahun lalu.


IMBAUAN untuk tidak merokok di kawasan tanpa rokok disosialisasikan petugas Dishub Kota Surabaya.-Julian Romadhon-Harian Disway-

“Itu masih kami diskusikan dengan teman-teman semuanya. Dar perguruan tinggi maupun jaksa pengacara negara,” katanya. Eri tak mau sanksi tersebut disalahpahami dan tidak mendidik. Ke depan, ia telah menyiapkan satu kampung percontohan KTR.

Pakar Komunikasi Politik Unair Suko Widodo turut angkat bicara. Ia menyatakan setuju dengan penerapan perda terbaru itu. “Saya sepakat bahwa orang merokok itu harus diatur sehingga tak sampai mengganggu yang lain. Perda itu lahir dari asesmen publik juga,” katanya.

Para perokok dan yang tidak merokok perlu mendapat fasilitas yang sama. Semua harus berdasarkan perhitungan terhadap kenyamanan sekitar. “Jangan terlalu ketat seperti di Singapura. Wong yang merokok dan tidak kan sama-sama bayar pajak,” jelasnya. (*) 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: