Desa Wisata Dusun Jeding: Rumah Jadi Hunian Wisatawan
DIBSUWANTO memperlihatkan menu yang disajikan di meja makannya.-Michael Fredy Yacob-
Rumah merupakan salah satu tempat privasi. Namun, itu berbeda di Dusun Jeding, Desa Junrejo, Kota Batu, Jawa Timur. Rumah mereka dijadikan tempat menginap para wisatawan atau pengunjung yang datang ke tempat dusun tersebut. Itulah bagian dari budaya masyarakat setempat.
==========================================
DIBSUWANTO malam itu, 16 Juni 2022, sedang menunggu keluarga barunya. Jam digital di handphone-nya sudah menunjuk angka 21.10. Namun, anak-anak itu tak kunjung memunculkan batang hidungnya. Mereka adalah mahasiswa kuliah kerja nyata (KKN) dari Universitas dr Soetomo (Unitomo).
Sudah sepuluh hari mereka tinggal di tempat tersebut. Itu merupakan malam terakhir mereka tinggal di kediaman pasangan Dibsuwanto dan Sumilah. Rektor Unitomo sudah resmi menutup kegiatan KKN tersebut di Dusun Jeding itu. Sebenarnya ada 100 mahasiswa yang mengikuti KKN.
Namun, hanya 20 yang tinggal di rumah Dibsuwanto. Para mahasiswa itu merupakan tamu perdana warga setempat. Mereka memang sering kedatangan tamu dari luar daerah. Namun, biasanya tamu itu akan menginap di hotel atau penginapan yang tidak jauh dari Desa Junrejo.
Kini rumah mereka terbuka untuk dijadikan tempat tinggal para wisatawan. Tapi, mereka tidak mau tempat mereka disebut desa wisata. Warga setempat punya jargon sendiri. Yakni, ”Kata Darwis”. Itu singkatan dari Kelompok Tani Sadar Wisata.
Dusun itu membangun tempat wisata dengan konsep kearifan lokal. Sebenarnya bukan hal baru bagi mereka membuka rumah untuk tamu yang tak dikenal. Beberapa puluh tahun lalu, nenek moyang mereka juga sudah melakukan hal serupa.
”Ini sudah menjadi budaya di sini. Itulah kenapa kami bilang menyuguhkan kearifan lokal. Kami sangat senang ketika ada orang yang mau tinggal bersama kami,” kata Dibsuwanto saat ditemui di rumahnya di Jalan Hasanuddin No 204, RT 4/RW 5, Dusun Jeding.
Guru IPA di SMP Negeri 2 Batu itu menceritakan, di zaman kakek moyang mereka, rumahnya pernah menampung pendatang. Orang itu, ke tempat mereka, untuk mencari pekerjaan. Ketika itu orang tersebut tidak memiliki keluarga. Kakeknya dengan senang hati menampung pendatang tersebut.
Orang itu diberi tempat tinggal sampai mendapatkan pekerjaan. Bahkan, sampai memiliki rumah sendiri. ”Orangnya masih tinggal di sekitar sini. Dulunya, kami pikir ia itu keluarga. Ternyata bukan. Kami mengetahui setelah beberapa keturunan,” tambahnya.
Dibsuwanto pun kepikiran untuk meneruskan budaya tersebut. Lantas, ia berdiskusi dengan beberapa orang di kampungnya untuk melakukan hal yang sama. Saat ini ada sepuluh rumah di Dusun Jeding yang sepakat untuk menerapkan konsep itu.
”Beberapa rumah yang sudah bergabung dengan kami itu sudah kami beri tahu konsepnya. Tapi, kalau yang baru berencana gabung, kami belum sampaikan konsep kami. Diskusi ini baru kami lakukan saat puasaan kemarin. Mahasiswa KKN inilah tamu pertama kami,” jelasnya.
DIBSUWANTO (kanan) sedang berbincang dengan Supriyanto, saudaranya.-Michael Fredy Yacob-
Konsep yang diberikan adalah tamu akan menyatu dengan keluarga. Mereka akan dianggap sebagai keluarga pemilik rumah. Dengan demikian, makannya juga akan mengikuti menu masakan yang disuguhkan tuan rumah. ”Pengunjung tidak bisa memilih makanan,” tambahnya.
Makanan yang diberikan juga adalah makanan tradisional. Atau makanan khas perdesaan. ”Kami tidak memberikan makanan yang mewah. Kalau kita makan nasi, tahu, dan tempe, ya itu juga yang akan dimakan para tamu,” bebernya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: