Tak Ada Cium Hajar Aswad

Tak Ada Cium Hajar Aswad

HAJAR Aswad yang kini sudah tak bisa disentuh jamaah.-Taufik Lamade untuk Harian Disway-

INI ibadah haji pertama setelah dua tahun dunia diamuk pandemi. Ini ibadah haji pertama yang memperbolehkan jamaah dari luar Arab Saudi, setelah kita terkungkung Covid-19.

Tahun ini, Saudi hanya mengundang satu juta jamaah dari seluruh dunia.  Kapasitas 40 persen jika dibandingkan dengan tahun-tahun normal sebelum pandemi itu. Misalnya, 2019 hadir total 2.489.406 jamaah.

Indonesia sekarang hanya dijatah 100.050 jamaah. Itu sudah termasuk para petugas dan program haji khusus. Turun separuh lebih bila dibandingkan dengan kuota 2019 sebanyak 212.730 jamaah.

Kuota 40 persen itu karena dunia belum lepas sepenuhnya dari Covid. Para jamaah pun berangkat dengan persyaratan medis ketat. Usia maksimal 65 tahun. Juga, wajib vaksin booster. Swab test PCR, sehari sebelum berangkat, yang membuat jamaah deg-degan. Di pintu imigrasi Arab Saudi, semua hasil pemeriksaan kesehatan dan hasil PCR harus diperlihatkan.

Puncak haji tahun ini jatuh 9 Zulhijah 1443 H atau 8 Juli 2022. Satu juta jamaah dari seluruh dunia sudah berkumpul di Makkah. Sudah bersiap wukuf di Arafah. Para jamaah tahun ini  beruntung karena predikat haji akbar. Wukuf jatuh di hari Jumat.

Ka’bah kini sudah tak boleh disentuh. Kiblat itu sekarang dilingkari pagar. Di tengah-tengah ritual tawaf, saya mendekati pagar itu. Mengambil jalur terdalam di tengah berdesakan massa tawaf. Awalnya saya kira pagar putih tersebut langsung beton kokoh. Ternyata dilapisi fiber plastik.

Saya tekan-tekan pagar itu, elastis juga. Saya pikir baik juga, agar jamaah yang berdesakan tidak bertumpu langsung  dengan kerasnya beton. Saya coba goyang-goyangkan, sangat kokoh. Tak bergerak. Tentu di dalamnya tumpukan beton, yang diselimuti fiber plastik itu.

Tinggi pagar itu sedada saya. Kira-kira 120 meter. Tebal pagar 1 meter. Begitu lebarnya (tebal), andaikan tidur di atas pagar sangat bisa. Jarak pagar dengan Ka’bah sekitar 5 meter.

Pagar itu membuat jamaah hanya bisa memandang hajar Aswad. Sudah tak bisa disentuh. Batu dari surga yang ditemukan Ismail dan dipasang Ibrahim di sudut Ka’bah itu tak bisa dicium lagi. Kini sudah tak ada lagi pemandangan rebutan cium hajar Aswad.

Walaupun sudah dipagari, sisi hajar Aswad tetap ramai. Banyak jamaah yang berhenti sejenak, sekadar melihat. Ada juga yang meletakkan tangan di bibir, gerakan tanda tanda cinta.

Dua askar (penjaga keamanan Arab Saudi) yang menjaga terlihat santai. Mereka tak perlu kerja keras lagi, seperti dulu-dulu menertibkan jamaah yang berlomba mencium atau sekadar menggapai hajar Aswad.

Kelompok-kelompok penjual jasa untuk membantu mencium hajar Aswad juga hilang. Sudah tidak beroperasi lagi. Mereka dibilang calo hajar Aswad, mungkin berlebihan. Namun, kenyataannya, mereka bekerja untuk memberikan jalan bagi jamaah yang ingin menggapainya. Sasaran mereka tentu jamaah Indonesia.

 Kelompok itu berasal dari berbagai daerah di Indonesia. Sebelum pandemi, berbagai kelompok tersebut beroperasi. Satu kelompok hingga empat orang. ”Klien” mereka di tengah. Ada yang membuka jalan, yang di depan. Yang lain melindungi ”klien” di tengah massa tawaf dari berbagai negara itu.

Cerita tak enak juga sering terdengar dari kelompok ”calo” tersebut. Banyak jamaah yang belum bersepakat, tapi sudah dikawal dan ujung-ujungnya dipatok harga tertentu. Apalagi, tidak ada harga standar. Ada yang 100 riyal.  Para jamaah pun komplain, yang tak jarang menimbulkan keributan. Tapi, mereka langsung mundur begitu kedengaran kuping askar.

Tembok pagar putih itulah yang membubarkan para ”calo” tersebut. Pelarangan mencium Hajar Aswad sejak awal pandemi. Tidak dapat dibayangkan kalau bergantian mencium hajar Aswad di tengah pandemi ini yang bisa menjadi mata rantai virus. Karena itu, langkah otoritas Masjidilharam tersebut layak dipuji.

Di tahun pandemi, ibadah haji tetap digelar, hanya sangat sangat tebatas. Pada 2020 (cuma 10 ribu jamaah, padahal biasanya 2,5 juta orang). Pada 2021 (60 ribu jamaah). Mereka warga Saudi atau orang asing yang bermukim di negeri itu. Tidak ada warga asing.   Saat itu, untuk salat pun berjarak. Untuk melanjutkan kebijakan tidak mencium hajar Aswad, kini berdiri kokoh tembok pembatas itu.

Hijir Ismail, yang sangat favorit menjadi tempat salat, kini juga steril. Lokasi di bawah talang air Ka’bah,  termasuk dalam tembok putih tebal itu.

Jamaah yang tawaf di pelataran Ka’bah juga diseleksi. Hanya yang berpakaian ihram yang boleh masuk area tawaf. Artinya, hanya yang melakukan umrah yang diberi akses langsung ke Ka’kbah. Sebelumnya, jamaah tawaf sunah berpakaian non-ihrom bebas masuk pelataran Ka’bah. Kini mereka diarahkan tawaf di lintasan lantai dua atau tiga.

Dalam tawaf banyak jamaah, termasuk saya, berdoa memohon pandemi ini segera berakhir. Agar kehidupan manusia normal kembali. Kuota haji normal lagi agar tak makin memperpanjang daftar antre yang sekarang di beberapa daerah lebih dari 30 tahun.  

Juga, agar jamaah bisa kembali mencium hajar Aswad dan salat di Hijir Ismail. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: