Keboan, Tradisi Unik Masyarakat Osing

 Keboan, Tradisi Unik Masyarakat Osing

Seorang warga bertingkat seperti kerbau dalam prosesi keboan yang digelar oleh masyarakat osing di Banyuwangi.-Nuzula Maghfiro-

BANYUWANGI, HARIAN DISWAY- Masyarakat suku Osing di Banyuwangi memiliki tradisi unik dalam rangkaian upacara selamatan desa. Minggu pagi itu, 31 Juli 2022, ribuan masyarakat setempat berjajar di sepanjang jalan utama Desa Aliyan, Kecamatan Rogojampi. Mereka tengah menggelar ritual adat turun-temurun. Keboan namanya.

Konon, tradisi adat tersebut sudah ada sejak abad ke-18, yang secara turun-temurun terus dilestarikan. Tradisi itu merupkan bentuk ungkapan syukur terhadap Dewi Sri (Dewi Kesuburan) atas hasil panen yang melimpah, sekaligus sebagai upacara bersih desa agar seluruh warga diberi keselamatan dan dijauhkan dari segala marabahaya.

Tradisi keboan itu rutin digelar pada bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Meski namanya keboan, ritual tersebut tidak menggunakan hewan kerbau sebagai sarana upacara. Kerbau yang digunakan ialah binatang jadi-jadian berupa manusia berdandan mirip kerbau. Lalu, beraksi layaknya kerbau di sawah.

Menurut sejarahnya, tradisi keboan berawal dari datangnya wabah penyakit yang menyerang lahan pertanian selama bertahun-tahun. Buyut Wongso Kenongo, pendiri cikal bakal Desa Aliyan, sekitar abad ke-18 meminta petunjuk kepada Sang Pencipta. la mendapat wangsit agar anaknya, Joko Pekik, ikut bermeditasi.

Hal yang aneh terjadi. Joko Pekik mendadak berperilaku seperti kerbau. Ia berguling-guling di persawahan. Setelah itu, hama penyakit yang menyerang persawahan warga menghilang. Sejak itu ritual tolak bala keboan berlangsung turun-temurun agar masyarakat desa terhindar dari malapetaka serta hasil panen melimpah.

Ritual dimulai dengan selamatan desa. Lalu, sejumlah petani dan warga mulai mengenakan atribut seperti binatang kerbau dan tak lama kemudian mengalami kehilangan kesadaran. Sejumlah warga dan petani yang mulai ”kehilangan kesadaran” itu kemudian diarak keliling kampung bersama warga. Dalam kepercayaan setempat, mereka disebut kerasukan roh leluhur. 

”Ini merupakan tradisi permohonan kami kepada Tuhan Yang Maha Esa, semoga desa kami selalu dihindarkan dari berbagai malapetaka dan diberi keselamatan serta melimpahnya hasil panen,” kata Kepala Desa Aliyan Anton Sujarwo.

Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang turut menyaksikan keboan Aliyan tersebut mengapresiasi keguyuban warga. Menurutnyi, kegiatan tersebut akan menjadi modal dasar pembangunan Banyuwangi ke depan. (*)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: