Subsidi BBM Melejit, Pendaftar MyPertamina Tembus Setengah Juta

Subsidi BBM Melejit, Pendaftar MyPertamina Tembus Setengah Juta

Deretan Mobil antre mendapatkan BBM di SPBU Rest Area Gringsing Batang , Jawa Tengah 6 Agustus 2022.-Boy Slamet-Harian Disway-

HARGA keekonomian BBM masih tetap tinggi. Khususnya Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) Pertalite dan Jenis BBM Tertentu (JBT) Solar. Subsidi yang diberikan pemerintah pun nyaris dua kali lipat dari harga jual.

 

Misalnya, SPBU menjual Pertalite seharga Rp 7.650 per liter. Sementara harga keekonomian masih di angka Rp 18.150 per liter. Alhasil pemerintah pun memberi subsidi nyaris Rp 10.000 per liter.

 

Begitu juga dengan solar. Pemerintah memberi subsidi Rp 13.000 per liter. Sebab, harga keekonomiannya yang mencapai Rp 18.150 per liter hanya dijual seharga Rp 5.150 per liter. 

 

“Sekarang bagaimana masyarakat harus mengendalikan konsumsi BBM,” terang Dirut PT Pertamina (Persero) Nicke Widyawati dalam acara Satu Tahun Alih Kelola WK Rokan yang disiarkan secara daring itu.

 

Risikonya, pemerintah pun menggelontorkan subsidi pada sektor energi cukup besar. Yakni mencapai Rp 502 triliun. Dari jumlah itu, subsidi untuk BBM dan LPG menghabiskan sekitar Rp 320 triliun.

 

Maka harus ada cara untuk menekan nilai subsidi. Yakni dengan pembatasan pembelian Pertalite dan solar bersubsidi. Harus lebih tepat sasaran kepada yang memang berhak. 

 

Pemerintah pun telah meluncurkan aplikasi MyPertamina sejak 1 Juli lalu. Tentu untuk pengendalian konsumsi BBM subsidi. Aplikasi itu membantu menentukan kriteria peruntukan BBM subsidi bagi mereka yang tidak mampu dan usaha-usaha kecil. 

 

“Kita memang tidak krisis energi tapi semua ada batasnya,” tandas Nicke. Rencananya, kendaraan atau roda empat dengan spesifikasi mesin di atas 1.500 cubicle centimeter (cc) dan motor di atas 250 cc akan dilarang isi Pertalite. Itu hasil Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) bersama dengan para pemangku kebijakan terkait. 

 

Meski kriteria pembeli hingga saat ini belum juga dipastikan, tapi jumlah pendaftar MyPertamina terus bertambah. Data terakhir, sudah ada sekitar 540 ribu unit kendaraan yang mendaftar. 

 

Jumlah itu berasal dari lima provinsi yang menjadi prioritas pemberlakuan perdana aplikasi. Di antaranya, Jawa Tengah, D.I Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Sulawesi Utara. Sementara proses pendaftaran wilayah lain juga akan menyusul.

 

Secretary Corporate PT Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan, jika kebijakan larangan berlaku, maka pembelian BBM Pertalite maupun solar tidak wajib menggunakan aplikasi MyPertamina. Konsumen hanya cukup menunjukkan QR Code yang sudah dicetak atau yang disimpan di handphone.

 

“Implementasi QR Code memang masih belum ditentukan. Sekarang masih dalam proses pendaftaran dan sosialisasi,” ujarnya. Pemberlakuan juga masih menanti tuntasnya revisi Perpres Nomor 191 tahun 2014. Diperkirakan baru bisa diterapkan pada September nanti.


Pengguna Pertalite membayar di SPBU Rest Area Tol Subang 6 Agustus 2022.-Boy Slamet-Harian Disway-

 

Menurut Pakar Ekonomi Universitas Airlangga Gigih Priyantono, kenaikan harga minyak dunia saat ini melampaui target yang ditetapkan APBN dan Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP) Pertamina 2022. Dan ia memprediksi tetap naik hingga dua tahun ke depan. 

 

“Sebetulnya, ini problem yang menahun. Pasca pandemi, suplainya juga sempat terhenti,” ujar. Begitu pandemi berangsur melandai, permintaan pun membeludak. Aktivitas masyarakat nyaris kembali normal. Namun, itu tak diimbangi dengan jumlah suplai.

 

Apalagi, kata Gigih, kebutuhan Indonesia masih bergantung pada impor. Belum punya kilang minyak mandiri untuk bikin produk BBM. Hanya bisa memproduksi minyak mentah, yang sayangnya tak diolah sendiri malah diekspor.

 

Menurutnya, pembatasan pembelian BBM subsidi melalui MyPertamina tidak akan efektif. Sebab, BBM tergolong kebutuhan dasar. Otomatis yang terjadi di lapangan akan berbeda dengan harapan.

 

“Aplikasi itu dibuat untuk mempermudah akses. Jadi gunanya bukan untuk membatasi,” lanjutnya. Kriteria pembeli hanya untuk mobil di bawah 1.500 cc itu juga agak pincang. Masalahnya, ada sejumlah mobil keluaran 1980-1980 yang punya kapasitas cc yang besar.

 

Maka sebaiknya kriteria dilengkapi. Tidak hanya mempertimbangkan kapasitas cc, tetapi juga tahun keluaran mobil. Mengingat banyak juga masyarakat yang masih memiliki mobil keluaran lama. Dan mereka berhak menerima subsidi.

 

“Atau ada cara lain. Misalnya, dengan menambah bantuan sosial ke masyarakat,” jelasnya. Dengan begitu, nilai subsidi BBM bisa dikurangi. Sehingga masyarakat tetap bisa membeli meski harga jual BBM dinaikkan. Itu juga sekaligus menghindari terjadinya inflasi yang tinggi. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: