Tujuh Alumni STKW Angkatan ’97 Menyatukan Atmosfer dalam Rindu

Tujuh Alumni STKW Angkatan ’97 Menyatukan Atmosfer dalam Rindu

Ketujuh perupa foto bersama dosen STKW, Nurzulis Koto, yang membuka pameran Rindu di Galeri Prabangkara Surabaya.--

Berawal dari kerinduan, tujuh alumni STKW angkatan ’97 merajut kembali kebersamaan melalui Rindu. Selama 13-15 Agustus 2022 di Galeri Prabangkara Surabaya, mereka menunjukkan diri bahwa ”masih ada” dan terus menjaga eksistensi dalam dunia seni rupa.

Di sayap kanan dan kiri dua ruang atas galeri, tujuh perupa -Agus Gibas, Arief Wong, Budi Setiawan, Gonil Trilaksono, Akhmad Lutfi, Rb Wiyanto, dan Toto Imansyah- mewujudkan gagasannya dengan bebas. 

Terpajang dalam lukisan berbahan cat air, akrilik, atau cat minyak, sampai seni patung serta instalasi. Sekaligus sama-sama mengenang masa studi sebagai mahasiswa jurusan seni rupa murni.

Mereka menganggap masih punya ikatan batin dan pengalaman yang tidak mungkin bisa dilupakan. Menurut Rb Wiyanto, pameran itu sebagai bentuk mengulang proses masa itu dan menunjukkan kebersamaan yang masih dirasakan hingga saat ini. ”Karena kami saling rindu, maka Rindu kami angkat sebagai judul pameran,” tuturnya.
Seorang pengunjung menikmati goresan abstrak Akhmad Lutfi.--

Ternyata kreativitas yang mungkin saja pernah macet, seolah kembali mendapat jalan dan wadah untuk diungkapkan lagi. Lewat Rindu mereka sepakat mewujudkannya dalam atmosfer semasa mahasiswa.

Pameran dibuka dengan diskusi bersama dosen yang pernah mendampingi ketujuh alumni, Nurzulis Koto. Diskusi cukup seru dan mencuatkan kenangan-kenangan duduk bersama dalam ruang kelas perkuliahan.

Dari berbagai karya yang ditampilkan, bisa dianalogikan ada kaki kanan dan kaki kiri, karya yang dinikmati keindahannya karena bernilai jual dan karya yang murni mewujudkan ekspresi perupanya.

”Karya kami menunjukkan gambaran pribadi pembuatnya. Itu yang menjadi ciri khas dan kekuatan masing-masing yang unik. Dari karya ini, kami bisa mengingat bagaimana sifat teman kami semasa kuliah dulu,” ungkap Budi, pencetus semangat berkumpul ketujuh alumni ini, sambil tersenyum mengenang teman-temannya.

Menurut Nuzurlis, karya-karya Rb Wiyanto kalem dan rapi. Mencerminkan pembawaannya yang tenang dan selalu rapi dalam berpakaian, dari dulu hingga sekarang. Budi menjelaskan itu sambil menatap teman yang sedang dibicarakannya. Meski demikian, karya lukisan cat airnya menunjukkan kekuatan, seperti tergambar dalam lukisan Elang Bondol.
Sapuan lukisan cat air karya Rb. Wiyanto.

Lukisan lain berupa sapuan abstrak akrilik di atas kanvas berukuran besar karya Ludfi menuangkan gagasan dan pemikirannya mengenai masalah sosial yang cukup mendalam, misalnya melalui Tepercik. Pada beberapa karya dengan ciri tertentu, penikmat karya bisa dengan mudah menebak kampung halaman sang perupa.

Masih lukisan akrilik lainnya, goresan-goresan tegas karya Arief terpampang berbanjar pada satu sisi dinding. Lukisannya ekspresif, seperti Hat Broker dan Enjoy, dengan pemilihan warna menarik sungguh ringan untuk dinikmati, bahkan bagi orang yang belum terbiasa dengan seni rupa murni.

Sementara Toto menunjukkan karyanya dalam kekuatan komposisi warna dan kubus. Pasang Badan terlihat menonjol seperti pecahan kaca, menyuguhkan banyak interpretasi bagi yang melihatnya. Sementara lukisan lain miliknya menampilkan komposisi warna yang memukau. Menurut kedua temannya, lukisan Toto akan cocok menghiasi kafe atau hotel. 

Mendukung lukisan yang terpampang rapi, di tengah ruangan diletakkan patung-patung berbahan besi dan beton desain Budi. Spirit, salah satu karyanya agaknya mengejawantahkan semangat ketujuh perupa dalam pameran ini. Budi termasuk cukup aktif dan konsisten berkarya sehingga dia banyak terlibat dalam beberapa proyek pembuatan patung di beberapa kota.
Di tangan Agus Gibas, bahan alam seperti bambu menjadi karya seni indah yang mengandung segudang interpretasi.

Karya ekspresif milik Gonil cukup menghibur para penikmat seni akan masa-masa sekolah. Coretan kalimat kapur putih yang ditulis berulang: ”Dan saya tidak sedang membuat seni” di atas papan tulis hitam.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: