PBNU dan Wajah Baru Santri
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Pertemuan itu akan mengokohkan peran NU dalam membangun peradaban global yang baru. Sekaligus menjadi instrumen diplomasi yang akan menguntungkan bangsa Indonesia. Sebab, R20 menjadi konferensi tingkat tinggi (KTT) agama besar pertama yang didukung pemerintah RI.
Melalui R20, NU ingin memastikan bahwa agama berfungsi sebagai sumber solusi yang tulus dan dinamis ketimbang menjadi sumber masalah di abad ke-21. KTT pertama di dunia yang digelar NU di saat pemerintah Indonesia memegang kepresidenan G20 tahun ini digelar bersama Liga Dunia Muslim yang berpusat di Makkah.
Seiring dengan itu, NU juga menggelar halaqah keagamaan di sejumlah pesantren. Itu menjadi ajang kajian yang intensif mengenai berbagai persoalan keagamaan dan kehidupan riil yang makin dinamis. Kajian yang melibatkan para ahli agama NU yang tersebar di penjuru pelosok tanah air.
Legitimasi keilmuan –sebagai penguasa kitab-kitab klasik keagamaan– dan kebesaran organisasi, menjadikan langkah itu sangat bermakna bagi kehidupan. NU dengan langkah baru yang lebih dinamis dan terbuka akan memimpin diskursus berbagai persoalan dunia yang belakangan disibukkan dengan lahirnya radikalisme di semua agama.
Tentu Gus Yahya Staquf tidak dengan gampang bisa menarik gerbong baru ke arah yang lebih besar. Ceruk peran besar yang diambilnya akan selalu melahirkan prasangka dan ancaman yang besar pula. Baik tantangan internal, dari sebagian kaum di dalam yang selama ini diuntungkan dengan kebesaran NU, maupun kelompok lain yang merasa terancam pengaruhnya.
Namun, NU dengan basis pesantren dan basis generasi santri baru yang makin kosmopolit dan terdidik memberikan harapan baru bahwa terobosan untuk peradaban dunia itu akan membawa hasil. Apalagi, selama ini sudah terbukti bahwa NU menjadi ormas Islam yang tetap eksis dalam menghadapi badai dalam setiap perubahan zaman.
Saya menyaksikan, wajah baru di lantai 3 kantor PBNU tak hanya mencerminkan visi dan mindset baru kepemimpinan sekarang. Tapi, menjadi salah satu ekspresi wajah baru santri di Indonesia. Wajah baru yang dulu sering diejek sebagai kaum sarungan menjadi kaum rujukan bagi peradaban dunia tanpa menyingkirkan agama. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: