Opsi Jokowi Wapres

Opsi Jokowi Wapres

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

Bila hubungan presiden dan wapres memburuk, juga alamat buruk buat wapres. Di tingkat skala lebih kecil seperti bupati atau wali kota, kasus renggangnya bupati dan wakilnya, yang membuat wakilnya terasing, muncul di mana-mana.

Saya tak bisa membayangkan bila Jokowi menerima jabatan wapres. Tentu suara publik yang mencibirnya tak akan henti-hentinya. Termasuk suara yang menganggapnya gila jabatan dan haus kekuasaan. 

Itu seperti yang dialami Bambang D.H. ketika menerima jabatan wakil wali kota setelah menjabat wali kota Surabaya. Suara sumbang yang menganggapnya gila jabatan bermunculan. Untuk menghindari kesan itu pun, setelah terpilih sebagai wakil wali kota, Bambang memilih mundur.

Karena itu, Arief Budiman, mantan ketua KPU, menganggap itu persoalan etik. Ia pun tak yakin Jokowi berminat. ”Felling saya nggak,” kata sosok yang menjadi nakhoda KPU saat Jokowi terpilih periode kedua.

Apakah presiden dua periode bisa menjadi wapres? Juga masih multitafsir. ”Kalau presiden dan wapres dianggap satu kesatuan, berarti tidak boleh. Kalau jabatan itu dianggap terpisah, ya boleh-boleh saja,” katanya. Di era Arief memimpin KPU, sikap sudah jelas: stop dua periode.

Jokowi pun, bila bersedia menjadi wapres, bakal ruwet dan penuh debat. 

Ada opsi lain bila Jokowi ingin menjaga kelangsungan programnya. Menjadi king maker. Yang penting, calon yang dijagokan menang. Tidak harus terlibat langsung dalam pemerintah. Seperti halnya peran Megawati saat ini. (*)

 

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: