Serapan Dana Kelurahan

Serapan Dana Kelurahan

-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-

ANGGARAN yang cukup tak selalu membuat pembangunan lancar. Itu bisa dilihat dari tersedianya dana kelurahan di Kota Surabaya. Tahun ini pagu dana kelurahan mencapai Rp 427,24 miliar. Namun, hingga semester pertama, yang terserap baru Rp 71,57 miliar. Baru sekitar 17 persen. Itu pun, serapan untuk sarana dan prasarana hanya Rp 403 juta atau 0,21 persen. 

Tahun lalu, penyerapan dana kelurahan di Surabaya juga sangat rendah. Dari  alokasi Rp 550,70 miliar, yang terserap hingga akhir tahun hanya Rp 161,12 miliar. Itu berarti, yang terserap tak lebih dari 30 persen. Itu pun, dana pembangunan sarana dan prasarana hanya Rp 4,8 miliar atau 1,48 persen. 

Penyerapan yang rendah tersebut menunjukkan bahwa pembangunan sarana dan prasarana di kelurahan-kelurahan Surabaya tidak berjalan dengan baik. Begitu juga program pemberdayaan masyarakat. Padahal, sebenarnya banyak kebutuhan pembangunan sarana dan prasarana di kelurahan-kelurahan yang tersebar di Surabaya. 

Penyerapan dana kelurahan yang rendah tersebut tentu membuat pembangunan di Surabaya secara keseluruhan berjalan kurang baik. Sebab, dana kelurahan tidak sedikit. Sekitar 5 persen dari APBD setelah dikurangi dana alokasi khusus (DAK). 

Dana kelurahan itu juga diharapkan agar pembangunan di Kota Surabaya bisa berjalan efektif. Sebab, kelurahanlah yang tahu kebutuhan sarana dan prasarana masing-masing. Dengan memiliki dana kelurahan, kebutuhan sarana-prasarana dan pemberdayaan masyarakat diharapkan bisa lebih efektif dan efisien. 

Dana kelurahan, karena merupakan bagian dari APBD, sangat penting bagi pembangunan ekonomi. Apalagi dalam situasi ekonomi pascapandemi seperti saat ini. Belanja pemerintah itu merupakan pendorong perekonomian yang bisa dipastikan dan bisa dikontrol pemerintah. Lainnya, konsumsi masyarakat, investasi, dan ekspor tidak bisa dikontrol pemerintah. 

Nilai perekonomian suatu negara diukur dari produk domestik bruto (PDB). Umumnya, PDB dapat dihitung melalui tiga pendekatan, yaitu produksi, pendapatan, dan pengeluaran. PDB pengeluaran merupakan besaran nilai produk barang dan jasa (output) yang dihasilkan di dalam wilayah domestik untuk digunakan sebagai konsumsi akhir oleh rumah tangga, ditambah dengan investasi (pembentukan modal tetap bruto dan perubahan inventori), serta ekspor neto (ekspor dikurangi impor).

Dari empat komponen itu, konsumsi masyarakat memiliki kontribusi paling besar terhadap perekonomian. Secara nasional, kontribusinya mencapai 58 persen. Itulah yang juga menyelamatkan ekonomi nasional saat krisis keuangan atau krisis kesehatan seperti saat pandemi ini. Sebab, konsumsi lebih terjaga. Sementara itu, investasi dan ekspor sangat terganggu saat krisis. 

Dalam masa pemulihan ekonomi seperti ini, pengeluaran pemerintah, baik pusat maupun daerah, menjadi begitu penting. Sebab, itulah yang bisa diharapkan meningkat. Apalagi, anggaran pemerintah untuk penanganan pandemi sangat besar. 

Melihat strategisnya anggaran pemerintah, para pimpinan pemda harus memiliki kesadaran tinggi untuk membantu perekonomian nasional. Jika penyerapan anggaran bisa dipercepat, perekonomian akan berjalan lebih baik. Harapannya, akan segera muncul dampak multiplier yang akan sangat berarti bagi perekonomian. 

Penyerapan dana kelurahan harus menjadi perhatian Pemkot Surabaya.  Selama ini, keluhan kelurahan dalam menyerap anggaran tersebut adalah belum adanya petunjuk teknis penggunaan dana kelurahan. Untuk itu, Pemkot Surabaya sudah menerbitkan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 70 Tahun 2022 tentang Pedoman Penyelenggaraan Kegiatan Pembangunan Sarana-Prasarana Kelurahan dan Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan.

Dengan pedoman itu, tak sepatutnya kelurahan khawatir dan takut dalam menyerap dana kelurahan. Jika masih ada kekhawatiran, pemkot perlu memberikan pendampingan hukum kepada kelurahan-kelurahan. Tujuannya, lurah dan staf kelurahan lebih percaya diri dalam menyerap dana kelurahan untuk pembangunan sarana dan prasarana serta untuk pemberdayaan masyarakat.

Apalagi, kini penyerapan anggaran dana kelurahan untuk sarana dan prasarana tidak harus melalui kelompok masyarakat (pokmas). Artinya, pembangunan sarana dan prasarana bisa menggunakan jasa pihak ketiga layaknya di pemkot. Tentunya, tetap berpedoman pada aturan pengadaan barang dan jasa pemerintah. 

Yang terpenting bagi kelurahan, dalam penyerapan anggaran tetap mengedepankan kehati-hatian dan ketaatan pada peraturan. Juga, menghindari konflik kepentingan dalam pengadaan sarana dan prasarana. Jika sudah bisa memenuhi prinsip-prinsip itu, tidak sepantasnya lurah dan staf kelurahan takut dalam menyerap anggaran dana kelurahan. (*)

Sumber: