Cheng Yu Pilihan Pendiri PT SMS Indoputra Amal Alghozali: Ren Min Ai Wu

Cheng Yu Pilihan Pendiri PT SMS Indoputra Amal Alghozali: Ren Min Ai Wu

Cheng Yu Amal Alghozali--

PENGALAMAN Amal Alghozali banyak sekali. Ia pernah menjadi jurnalis dan pemred media cetak. Pernah pula menjadi presenter televisi. Termasuk juga kontraktor. 

Padahal, semula ia bercita-cita menjadi politisi. Makanya, setamat SMA, pria yang lahir di Madiun pada 1966 tersebut langsung berkuliah di jurusan Ilmu Politik. Modal untuk menjadi tokoh politik pun ada: terutama sejak berkarir di TPI, ia dekat dengan Keluarga Cendana. Keluar-masuk rumah Pak Harto jadi kesehariannya.

BACA JUGA:Cheng Yu Pilihan Wakil Ketua Umum I PB Wushu Indonesia Iwan Kwok: Bai Ren Cheng Jin

Dengan beking Pak Harto, Amal sebenarnya bisa ke mana saja. "Bahkan, kalau saya mau kaya raya, sudah dari dulu bisa," kelakar Amal.

Namun, seperti ungkapan klasik Tiongkok, "人算不如天算" (rén suàn bù rú tiān suàn): rencana manusia tetap akan kalah dengan takdir Tuhan. 


Amal Alghozali (dua dari kanan) saat mendarat di Tiongkok pekan lalu. -Novi Basuki-Harian Disway-

Buktinya, Amal tidak pernah benar-benar jadi politisi. Ia juga melepas karirnya sebagai wartawan. Pilih banting setir menekuni dunia pangan: mulai dari pertanian hingga perikanan.

Di bidang pertanian, Amal mendirikan PT SMS Indoputra yang fokus memproduksi pupuk cair biologi (bio fertilizer) dengan harga terjangkau. Mereknya Agrobost. Dengan meminimalkan ongkos tanam, ia ingin turut andil dalam meningkatkan hasil panen dan mengubah nasib petani dalam negeri. 

Ambil contoh beras. Menurut Amal, "Kekalahan Indonesia dari negara-negara Indochina seperti Kamboja, Myanmar, dan Vietnam dalam hal beras karena HPP beras kita termahal di dunia. Kalaupun surplus, tidak akan laku diekspor. Apalagi jika dibandingkan dengan India dan Pakistan."

Bukan cuma beras, ikan pun demikian. Dalam pandangan Amal, HPP layang, layur, dan ikan-ikan lainnya yang kita makan sehari-hari masih kemahalan. Mestinya, apa yang disebutnya sebagai "ikan sejuta umat" ini bisa kita beli dengan harga yang lebih murah.

Masalahnya, kata Amal, selain terbentur regulasi, teknologi penangkapan ikan yang kita punya telah ketinggalan zaman. Perlu di-upgrade dan belajar ke banyak negara –Tiongkok, misalnya.

Bayangkan, dalam sehari, nelayan Indonesia paling banter 2 kali, sedangkan Tiongkok, dengan kondisi alam yang sama, bisa menangkap (setting dan hauling) "ikan sejuta umat" 5-6 kali. HPP turun, rakyat Tiongkok bisa makan ikan tanpa merogoh kocek terlalu dalam.

Makanya, kendati aturan untuk masuk Tiongkok ketatnya bukan main, Amal bersama sahabatnya, Yusuf Ramli, tetap memberanikan diri ke Negeri Panda untuk memperjuangkan itu semua.

Amal barangkali ingin mengamalkan petuah filsuf Mencius, "仁民爱物" (rén mín ài wù): mengasihi manusia serta menjaga tumbuhan dan hewan di alam semesta. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: