Tragedi Stadion Kanjuruhan: Kebiasaan yang Sama vs Petugas yang Berbeda

Tragedi Stadion Kanjuruhan: Kebiasaan yang Sama vs Petugas yang Berbeda

Depan gate 13 menjadi tempat ungkapan belasungkawa. Tumpukan bunga dan karangan bunga menjadi bukti duka warga Malang dan Aremania.-Yusuf Dwi-

MALANG, HARIAN DISWAY- TRAGEDI di Stadion Kanjuruhan, Malang, masih menyisakan duka mendalam. Korban jiwa yang mencapai 133 orang dan ratusan korban luka membuat kasus itu menjadi perhatian berbagai pihak. Banyak terbentuk tim investigasi kasus tersebut. 

Termasuk tim gabungan independen pencari fakta (TFIPF) tragedi Kanjuruhan yang dibentuk Presiden Joko Widodo. Rencananya tim itu menyerahkan hasil investigasinya kepada presiden hari ini, Jumat, 14 Oktober 2022.

Sementara itu, di Malang kasus tersebut masih menjadi pembicaraan nyaris di setiap warung kopi dan pangkalan ojek. Poster berisi tuntutan usut tuntas terpasang di semua penjuru kota. 

Perkembangan kasus dan kembang-kembang kasus itu, termasuk penjual dawet palsu, menjadi bahasan. Informasi tersebar dari WAG ke WAG (WhatsApp group). Dalam hitungan menit. Saat bakul dawet gadungan berkunjung di rumah duka salah seorang korban, Sam Nawi, saat bersamaan, sudah menjadi bahasan di pangkalan ojek depan stasiun.

Sulit mencari narasumber untuk menjelaskan kasus itu. Tapi, beberapa Aremania mengatakan, salah satu pemicu kerusuhan tersebut adalah petugas jaga pertandingan tidak biasanya. Dalam pertandingan lalu, yang berjaga adalah Brimob dari Polda Jatim dan TNI dari Yon Zipur.

”Biasanya yang berjaga adalah Brimob sini (Detasemen B Pelopor). Mereka sudah paham dengan tradisi Aremania setiap selesai pertandingan. Baik menang atau kalah,” kata Rahadi, salah seorang Aremania.

Itu pun yang turun ke lapangan bukan suporter biasa. Mereka biasanya pentolan-pentolan Aremania yang memang posisinya sering berdekatan dengan lapangan. Selain masuk lapangan, seusai pertandingan juga biasa digunakan untuk melepas spanduk ataupun aksesori penyemangat lainnya.

Kalau Arema FC menang, mereka akan memberikan ucapan selamat dan terima kasih atas kemenangan yang dipertontonkan. ”Tapi, bila kalah, mereka memberikan semangat saja kepada pemain. Sudah biasa seperti itu,” terang Rahadi.

Yang menjadi masalah, menurut Rahadi, adalah petugas jaga tidak biasanya. Mereka tidak paham kebiasaan-kebiasaan Aremania seusai pertandingan. Suporter yang masuk ke lapangan dianggap ancaman sehingga akhirnya diberi tindakan kekerasan. ”Inilah yang kemudian memicu konflik lebih besar,” tandas Rahadi.

Termasuk petugas TNI yang terlibat dalam pengamanan dari Yon Zipur. Personel yang ditugaskan diyakini juga bukan yang biasanya terlihat dalam pengamanan pertandingan Arema FC saat menjamu lawan tandingnya. ”Akhirnya mereka juga terpancing saat ada Brimob yang melakukan tindakan kepada suporter yang masuk lapangan,” ungkap Rahadi.

Kondisi itulah yang memancing reaksi Aremania, baik yang ada di dalam maupun luar stadion. Di luar stadion memang banyak Aremania yang melihat pertandingan dari layar lain. Tayangan hanya selisih beberapa detik dari yang terjadi di dalam stadion.

Melihat rekannya ditindak keras oleh petugas pengaman lapangan, mereka marah. Beberapa suporter di dalam stadion menyusul turun lapangan dan dibarengi dengan kemarahan suporter di luar stadion. 

Itulah yang membuat kondisi rusuh hingga akhirnya keluarlah tembakan gas air mata. Lalu, seperti yang sudah diketahui bersama, akibat kepanikan tersebut, Aremania menyelamatkan diri dengan bergegas keluar. Mereka berdesakan di pintu keluar dan meregang nyawa. 

Diperparah dengan kondisi pintu yang tidak terbuka. Masih simpang siur pintu keluar terbuka sebagian atau terkunci. Banyak yang meyakini gate itu terkunci hingga akhirnya dibongkar lubang angin-anginnya untuk mengevakuasi para korban.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: