Sejuta Hari buat Gubernur DKI
-Ilustrasi: Reza Alfian Maulana-Harian Disway-
Saat Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono akan membuka meja aduan masyarakat, mulai Selasa, 18 Oktober 2022, pikirku: ”Cari perkara ia. Wong Gubernur Anies Baswedan aja ogah buka itu. Ngeri, Cing.”
TERBUKTI. Langsung. Di hari pertama, Selasa, 18 Oktober 2022. Petugas PPSU (penanganan prasarana dan sarana umum) mengadu: Dijadikan budak oleh lurah.
Heru Budi, saat memberikan pengarahan kepada seluruh lurah dan camat se-DKI Jakarta, di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa, 18 Oktober 2022, mengatakan begini:
”Saya nggak ingin menyebut nama lurahnya. Yang ngadu ini PPSU-nya. Lalu, saya panggil lurah ke kantor. Ngaku. Jadi lurahnya itu, bayangin saudara-saudara... yang ngurusin di rumah lurah itu, dua orang. Dan, dijadikan sopirnya, satu. Total tiga PPSU. Ya, kurang dong...”
Hadirin, para lurah, para camat, staf wali kota lima wilayah, staf Kabupaten Kepulauan Seribu, staf gubernur, semuanya, tercengang. Mikir. Mumet. Entah, apa yang dipikir.
Heru Budi, orang Jawa. Ayahnya R. Moelyoto, ibunya Suhartiyah. Heru lahir di Medan, 13 Desember 1965. Maka, kalimatnya terakhir itu ”tembung sanepo”: ”Gak kurang, ta Rek?”
Kupikir: ”Janganlah Gubernur Heru buka aduan warga. Berat, Gub. Di hari pertama, di jam pertama, udah begitu. Apalagi selanjutnya.”
Aduan warga DKI kali pertama dibuka Basuki Tjahaja Purnama (Ahok). Setelah ia dilantik jadi gubernur DKI Jakarta oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, 19 November 2014.
Alhasil, masya Allah... antre. Berjubel. Aduan demi aduan mengalir datang. Semua dilayani Gubernur Ahok. Asli. Nyata. Dialog dengan warga face-to-face. Dasar, Ahok gila kerja. Ia juga rela melakukan itu. Rakyat pun senang.
Itu model pertama di Indonesia. Baru. Sekaligus pahit bagi pegawai negeri. Tahu sendiri, pegawai negeri. Ngantor, sok sibuk. Pulang cepet, mikirnya naik jabatan, gaji besar.
Ahok jadi kelimpungan, menangani begitu banyak aduan. Aneka ragam. Langsung ke Ahok. Berhadapan hidung. Stafnya ogah bantu. Ahok jadi pusing sendiri.
Kamis, 17 Desember 2015, terjadi tragedi. Ahok dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh ibu muda, nama Yusri Isnaeni (waktu itu usia 32 tahun).
Kronologi: Ahok menerbitkan kartu Jakarta pintar (KJP) buat seluruh warga DKI. Khusus yang miskin-miskin. Di KJP, setiap bulan ditransfer oleh Bank DKI, Rp 330.000. Rutin otomatis tiap tanggal satu. Dananya dari APBD DKI.
KJP hanya untuk beli kebutuhan anak sekolah. Pakaian, sepatu, tas, buku, alat tulis, apa pun. Toko-toko untuk beli itu, sudah ditunjuk. Menyebar ratusan toko se-DKI. Punya link khusus dengan Bank DKI buat pencairan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: