Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Diajak Pulang agar Tak Lupa Indonesia (68)

Mijn Roots Mencari Orang Tua Kandung: Diajak Pulang agar Tak Lupa Indonesia (68)

Potret masa kecil Meilany setelah diadopsi ke Belanda.-Dok Meilany-

Beruntung sekali Meilany mendapat orang tua angkat yang sangat suportif: Toon dan Ine Martens. Umumnya anak adopsi di Belanda diminta bersyukur bisa hidup di Eropa. Tak perlu memikirkan negara asal. Toon dan Ine justru sebaliknya.

 

 

Maret 1995. Orang tua angkat Meilany, yakni Toon dan Ine Martens, membuat keputusan besar. Mereka mengajak Meilany pulang ke Indonesia. ”I was 11 years old (Saat itu usiaku 11 tahun, Red),” ungkap Meilany di Surabaya, 22 Agustus 2022.

Dia lahir Mei 1983. Jadi, usianya nyaris 12 tahun ketika pulang untuk kali pertama. 

Meilany tak meminta pulang ke Indonesia. Bahkan, dia sempat berpikir bahwa kunjungan ke negeri yang jauh itu hanya untuk liburan.

Kisahnya tentu berbanding terbalik dengan Tim van Wijk di seri sebelumnya. Tim sempat mengalami gejolak batin ketika menanyakan asal-usulnya. 

Ada banyak alasan mengapa anak-anak adopsi diminta tak mencari ”akarnya”. Ongkos kembali ke Indonesia tentu mahal. Dicari pun, belum tentu ketemu. Dokumen adopsi banyak dipalsukan. Anak-anak itu bisa saja marah ketika tahu faktanya.

Orang tua angkat terkadang tak mau anaknya kecewa saat tahu kondisi keluarga asli mereka. Mungkin mereka sangat miskin. Mungkin juga sudah meninggal. Jadi, buat apa mencari?


Pelukan hangat dari sang kakak yang sama-sama anak adopsi Harrie Martens ke Meilany.-Dok Meilany-

Dan, tentu ada hal sikap merendahkan terhadap negara-negara non-Eropa. Anak-anak adopsi diminta banyak bersyukur karena kehidupan mereka jauh lebih terjamin ketimbang di negara asalnya. Lagi-lagi muncul pertanyaan, buat apa mencari?

Yang mereka tahu, anak-anak adopsi itu diambil dari tempat penitipan anak. Isinya anak-anak yatim piatu, hasil hubungan gelap, atau anak orang miskin yang dibeli.

Namun, cepat atau lambat perasaan ingin mencari orang tua kandung itu pasti muncul. Meilany mungkin belum kepikiran mencari kisah adopsinyi saat masih bocah.

Begitu tiba di Indonesia untuk kali pertama, dia mulai melihat banyak orang yang memiliki karakter fisik yang sama dengannyi. Selama ini, Meilany hanya tahu wajah-wajah orang Eropa. Yang tubuhnya tinggi besar, kulitnya putih, iris matanya biru.

Meilany mengalami hal yang sama seperti anak-anak adopsi lainnya ketika pulang ke negeri asal. Dia dikira bisa paham bahasa Indonesia. Begitu diajak ngobrol warga lokal, dia hanya bisa geleng-geleng kepala.

Sayang, momen pulang kampung pertama itu terasa kurang lengkap. Sang kakak yang juga dari Indonesia: Harrie Martens tak bisa ikut. Dia terkena meningitis dan harus dititipkan ke orang lain.

Orang tua angkat mereka masih menyimpan lengkap dokumen adopsi Meilany. Tertera alamat rumah sakit tempat dia dilahirkan: RSIA Panca Dharma. Begitu mendarat, mereka langsung menuju ke sana.


Meilany saat pulang kampung ke Indonesia tahun ini.-Dok Meilany-

Agustus lalu, Meilany datang ke sana. RS sudah tutup. Tak ada informasi yang didapat.

Meilany tak banyak mengingat detail peristiwa 27 tahun silam itu. Yang diingat adalah sosok perempuan dengan pakaian hijau yang mengajaknya berkeliling. ”Rasanya aneh karena saya tidak memikirkan soal adopsi,” ucap ibu empat anak itu.

Dia benar-benar blank tentang apa yang terjadi. Belakangan setelah dewasa, dia mulai memikirkan tentang orang tua kandungnyi. Andai saat itu sudah paham konsep adopsi, tentu Meilany akan banyak bertanya.

Meilany juga menyadari bahwa orang tuanyi sangat luar biasa. Dia dikenalkan dengan tempat lahirnyi agar tidak melupakan Indonesia.

 

Bedankt mama en papa: Toon dan Ine Martens! (*)



Adopsi Anak Tiongkok dan Korsel. BACA BESOK!



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: