Perayaan Kathina, Ketika Umat Buddha Beri Persembahan buat Bhikku

Perayaan Kathina, Ketika Umat Buddha Beri Persembahan buat Bhikku

SEORANG UMAT menyerahkan jubah kepada para bhante dalam upacara hari raya Kathina di Vihara Dhammadipa, Pandegiling, Surabaya, 30 Oktober 2022 lalu. -david ubaydulloh-harian disway-

SURABAYA, Harian Disway - Masa Kathina dimulai sehari setelah masa vassa berakhir. Menurut sejarah, masa vassa adalah saat musim penghujan di tempat kelahiran Buddha tiba. Ketika rerumputan yang kering pada musim kemarau mulai menghijau kembali.

Para bhikku yang berjalan di atasnya secara tidak sengaja ’’membunuh’’ rerumputan yang terinjak. Karena itu, masa vassa  dijadikan sebagai hari istirahat bagi para bhikku yang telah mengabdi bagi umat.

Nah, saat itulah, umat memberikan aneka persembahan buat mereka. Terdiri dari empat bahan pokok. ’’Yakni pakaian (jubah), makanan, tempat beristirahat, dan obat-obatan,’’ rinci Romo Winata Tjokro, setelah upacara Kathina di Vihara Dhammadipa, kawasan Pandegiling, Surabaya, Minggu, 30 Oktober 2022 lalu.

Hari itu, Vihara begitu riuh oleh umat. Begitu memasuki lantai dua, mereka disambut oleh para pemuda Vihara. Mereka menitipkan bingkisan-bingkisan yang akan dipersembahkan saat upacara. Banyak orang berlalu-lalang. Sementara itu, di lantai tiga, terlihat para remaja Vihara sibuk mempersiapkan diri untuk upacara.

Ada yang memasang selempang. Lalu berkoordinasi satu sama lain. Menentukan urut-urutan siapa yang masuk duluan. Siapa membawa apa. Dan segala yang berkaitan dengan tugas mereka. Tak lama kemudian, upacara dimulai. Anak-anak muda itu—kompak memakai kemeja putih dan celana hitam—bergegas berbaris.  


BERBARIS RAPI, para pemuda vihara bergiliran menyerahkan persembahan berupa buah dan bunga. -david ubaydulloh-harian disway-

Acara dibuka dengan Puja Bakti. Aroma dupa tercium memenuhi ruangan. Para remaja Vihara Dhammadipa perlahan memasuki ruangan. Berpasangan, laki-laki dan perempuan. Diiringi lantunan melodi yang menenangkan. Di tangan mereka, terlihat aneka persembahan. Lilin, dupa, air, buah, dan bunga. Setiap persembahan memiliki makna.

Lilin menyala melambangkan cahaya yang melenyapkan kegelapan. Dupa adalah keharuman yang dipersiapkan bagi Sang Tathagata. Air, sebagai kehidupan dan dilambangkan dapat mencuci bersih kekotoran batin. Buah merupakan hasil dari kebaikan yang ditanam. Dan bunga, sebagai makna ketidakkekalan yang akan menghancurkan keserakahan.

Satu per satu keranjang berisi item-item itu diletakkan di depan Bhante Jayamedho Thera. Acara dilanjut dengan pembacaan Pancasila-Aradhana. Sebagai permohonan tuntunan tiga perlindungan dan latihan lima sila. Dipimpin Bhante Viriyadharo Mahathera, diikuti umat secara serentak.

Setelah itu, Bhante Ciradhammo Thera mengajak umat bermeditasi. Badan tegap. Kelopak mata menutup. Tangan diletakkan di atas kaki yang bersila. Sesaat, suasana menjadi tenang. Hanya suara Bhante yang terdengar.


UMAT BUDDHA mengikuti upacara dengan khidmat. -david ubaydulloh-harian disway-

Bhante Sukhito Mahathera lantas menyampaikan dhammadesana kepada umat. Ia mengingatkan umat untuk selalu menabur perbuatan baik. ’’Kami, para Bhikku, selalu menganjurkan betapa pentingnya berbuat baik. Pentingnya menjaga kebajikan, pentingnya menabur kebajikan di setiap waktu dan setiap saat,’’ pesannya.

Barulah, setelah itu, prosesi persembahan dari umat dimulai. Namanya Sangha Dana. Pemberian itu meliputi empat pokok yang dibutuhkan manusia. Dari keempatnya, jubah menjadi hal yang paling penting. Karena, menurut sejarah, jubah seorang Bhikku merupakan satu-satunya barang paling berharga yang dimiliki.

Namun, seiring waktu dan perubahan zaman, persembahan kini menyesuaikan kebutuhan bhikku. Maka, ada yang membawakan makanan ringan, sabun cuci, dan lainnya. Meski begitu, sebagai pemuka agama Buddha, mereka hanya menggunakannya sesuai kebutuhan.

Proses seserahan umat dilakukan bergiliran. Mulai dari pemuda dan dewasa, anak-anak dari sekolah minggu, hingga para remaja. Masing-masing memberikan sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan.

Dalam prosesi itu, umat perempuan meletakkan persembahan pada selembar kain yang telah disiapkan. Setelah diletakkan, barulah diambil oleh bhikku. Sedangkan umat laki-laki dapat menyerahkan persembahannya secara langsung. Tanpa perantara kain.


PENUH SYUKUR, Bhante Jayamedho Thera berpesan kepada para umat untuk selalu menebar kebajikan setiap hari.-david ubaydulloh-harian disway-

Yang keren, persembahan dari anak-anak sekolah minggu merupakan hasil tabungan mereka sendiri. Sementara itu, siswa sekolah minggu remaja mengadakan bazar. Hasil penjualan di bazar dan tabungan mereka disatukan, untuk memberikan persembahan.

Perayaan kathina di Vihara Dhammadipa lalu bertepatan dengan hari jadi kebhikkuan Sangha Theravada Indonesia. Bhante Jayamedho Thera, selaku Padesanayaka (ketua Bhikku) Jawa Timur berpesan kepada umat. Sebagai penganut Buddha, membantu orang lain menjadi sebuah kebiasaan yang terus diimbau dan diajarkan, juga diterapkan.

’’Itulah ciri-ciri Buddhist. Selalu bertanya, ’Apa yang bisa dibantu?’,’’  tutur sang Bhante. Gestur kecil yang sangat sederhana. Namun besar sekali efeknya. (*)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: