Catatan Perjalanan ke Tiongkok saat Pandemi (2): QR Code Penentu

 Catatan Perjalanan ke Tiongkok saat Pandemi (2): QR Code Penentu

NOVI BASUKI (kanan) bersama rombongan dari Indonesia saat mendarat di Tiongkok.-Novi Basuki-

HASIL tes PCR pertama keluar di hari yang sama. Sekitar pukul 10 malam. Untungnya, tidak seperti yang diselorohkan teman yang mengantar saya, semua negatif. Biaya PCR yang Rp 3,6 juta tidak terbuang percuma.

Tentu kami senang sekali. Tinggal melanjutkan tes PCR kedua. Yang TKP-nya masih tak berbeda dengan yang pertama: di kawasan elite di PIK sana.

PCR hari kedua nyoloknya bukan main dalamnya. Dari hidung, dicolok hingga masuk ke tenggorokan. Itu pun colokannya masih diputar-putar agak lama. Petugasnya mungkin membayangkan lagi ngorek kuping sendiri. Makin ngilu-ngilu sedap jadinya.

Saya lihat banyak yang sampai keluar air mata –termasuk saya. ”Tadi bahkan ada yang keluar darah hidungnya,” kata orang yang duduk di sebelah saya sambil menunjukkan mimik meringis setelah menyeka air matanya.

Tes PCR kali ini akan jadi penentu apakah kami bisa terbang ke Tiongkok atau tidak besok paginya. Meski yang tes pertama hasil kami negatif, akan batal berangkat juga kalau yang tes kedua positif.

Malah, ada kasak-kusuk, jika satu dalam rombongan kami yang terdiri atas lima orang ada yang positif, salah-salah kami tidak diberangkatkan semua. Sebab, dianggap sebagai orang yang punya kontak erat dengan yang bersangkutan.

Ampun, Kamerad!

Saya bergegas tanya ke petugas maskapai yang disiagakan di tempat tes PCR. Ingin mengonfirmasi apakah benar begitu. Tiket sudah kadung dibeli. Pertemuan-pertemuan selama di Tiongkok pun sudah diagendakan sedemikian rupa. Jangan sampai gara-gara positif setitik, ambyar penumpang sepesawat.

Jawaban petugas mengambang. Tidak mengiyakan. Pun tidak menyangkal.

”Bergantung kebijakan maskapai,” kata petugas perempuan yang saya tanyai. 

”Kebijakannya bagaimana?” saya balik bertanya.

”Tidak pasti,” jawabnyi, singkat.

”Nanti kami umumkan di grup WeChat semua info terkait. Ini tolong di-scan dulu,” tambahnyi sambil menyodorkan QR code untuk masuk grup.

Masalahnya, tidak semua orang Indonesia pakai WeChat. Persis orang Tiongkok yang tidak banyak pakai WhatsApp.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: