Fenomena Kemunculan Gangster di Surabaya karena Potensi Anak Muda yang Tak Terfasilitasi

Fenomena Kemunculan Gangster di Surabaya karena Potensi Anak Muda yang Tak Terfasilitasi

Prof Rahma Sugiharti (kiri) dan Prof Bagong Suyanto. -Foto: Dokumentasi Pribadi-

SURABAYA, HARIAN DISWAY - Kemunculan gangster di Kota Surabaya sangat meresahkan masyarakat. Mereka berkelompok dengan jumlah yang lumayan banyak. Sering memenuhi titik-titik jalan dan bentrok menggunakan senjata tajam.

Bahkan, mereka tak hanya menyerang kelompok gangster lain. Tetapi juga menyerang warga biasa. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu. Puluhan anggota gangster menggeruduk warung di Keputih.

Namun, sejauh ini belum ada yang mengungkap latar eksistensi mereka. Berikut wawancara Harian Disway dengan guru besar FISIP Universitas Airlangga Prof Rahma Sugihartati tentang fenomena itu.

--

Bagaimana sebetulnya awal kemunculan gangster?

Kalau merujuk pada teori perilaku menyimpang, ada studi yang menghasilkan mazhab Chicago. Itu sekitar 1970-an. Chicago menjadi kota yang makin metropolis. Dari stu, jumlah penduduknya makin tak terbendung. Bahkan rata-rata imigran.

Nah, kelompok imigran itulah bibit munculnya gangster. Awalnya, mereka nggak bisa dapat kehidupan layak. Tidak mampu survive di tengah kompetisi kota yang makin ketat. Dan akhirnya melampiaskan ketidakpuasan hidupnya dengan tindakan destruktif. 

Terbentuklah gank atau kelompok dari dorongan itu. Dipersatukan dengan perasaan senasib karena termarjinalkan.

Artinya, gangster itu muncul sebagai dampak kota urban yang makin membesar. Dan ini makin berkembang di era modern. Begitu juga yang terjadi di Surabaya belakangan ini.

Mengapa gangster di Surabaya ini didominasi anak muda?

Ya. Saya menduga, mereka masih tergolong usia pelajar. Kebanyakan masih remaja. Justru di masa pubertas itulah memang ada dorongan psikis yang lumrah. Mereka punya naluri resistensi. Dorongan kuat untuk melawan norma-norma. Ingin keluar dari kungkungan aturan.

Dari mana dorongan itu dan apa tujuannya?

Alamiah saja. Jiwanya ingin lebih ekspresif. Biasanya ingin tampil beda. Maka tujuan mereka pun ingin menunjukkan identitas kelompok sosial yang berbeda dengan yang lain atau yang sudah ada.

Tapi, mengapa ekspresi mereka ke hal yang negatif?

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: