Mewaspadai Kecerdasan Buatan, Memperkuat Gotong Royong

Mewaspadai Kecerdasan Buatan, Memperkuat Gotong Royong

Foto Aryo Seno Bagaskoro yang sudah diedit dengan teknologi artificial intelligence.-Dok Pribadi Aryo Seno Bagaskoro-

Jagad media sosial dihebohkan oleh tren para selebriti yang mengunggah ragam rupa dirinya dengan berbagai macam jenis visual dan gaya.

Mulai dari Dian Sastrowardoyo, Wulan Guritno, hingga Refal Hady, para artis terkemuka saling bersahutan membanjiri dunia maya dengan style foto bermacam-macam: mystikal, pahlawan super, anime, petualangan, peri, cyberpunk, hingga kosmik. 

Para politisi seakan juga tak mau kalah, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dan Walikota Surabaya Eri Cahyadi ikut-ikutan tren itu.


Foto-foto Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dari hasil rekayasa artificial intelligence (AI).-Instagram @ericahyadi_ -

Uniknya dari sekian banyak foto tersebut, tak satupun adalah foto asli mereka. Semua foto-foto unik tersebut adalah hasil rekayasa artificial intelligence (AI), berdasarkan komputasi rekognisi bentuk wajah yang dipelajari melalui gambar-gambar asli yang dipilih untuk dikirim. 

Proses ini dilakukan tanpa membuang unsur-unsur penting foto dasar. Rambut yang ikal tetap dipertahankan ikalnya, sorot mata yang tajam tidak berkurang kadarnya, gingsul kecil yang menjadi ciri khas di gigi tetap ada. 

Hanya angle dan gayanya yang berubah total. Hasilnya: secara visual orang tetap bisa mengenali yang di gambar itu adalah Dian Sastro, Kang Emil, atau siapapun. Padahal para tokoh yang disebut di atas tak pernah mengambil foto dengan angle atau gaya tersebut sebelumnya.

Konsep ini sama sekali berbeda dengan rekayasa foto di aplikasi semacam Photoshop yang mengandalkan kreativitas manusia. Rekayasa melalui AI sepenuhnya mengandalkan kreatifitas mesin, yang imajinasinya tiada berbatas. 

Para warganet pun dibuat heboh, memunculkan bermacam perbincangan tentang berbagai topik, mulai dari kemungkinkan adanya Multiverse: konsep tentang semesta-semesta alternatif, bahkan tak sedikit pula yang penasaran dengan teknologi populer ini, kemudian ikut menyerahkan foto-fotonya pada aplikasi berbasis AI untuk divariasi total.

Sebuah Era Baru

Inilah abad kecerdasan buatan, dimana semua menjadi mungkin. Hal-hal yang dulu dirasa sulit atau tidak mungkin, sekarang bisa dengan sangat mudah dikerjakan oleh mesin. Perombakan total foto berdasarkan imajinasi dan kreasi mesin yang tak bernyawa kini menjadi konsumsi hiburan publik.

Dalam perbincangan yang lebih serius, pekerjaan-pekerjaan konvensional seperti kasir, teller, dan petugas admin bahkan sudah lama diprediksi para ahli akan segera terancam punah, digantikan sepenuhnya oleh otomatisasi mesin. 

Futurolog terkemuka Yuval Noah Harari melalui karya populernya Homo Deus secara yakin memprediksi pemilihan umum mungkin tidak akan lagi diperlukan di masa depan kala algoritma AI mampu mengkalkulasi secara sangat rinci tentang siapa pemimpin yang paling tepat bagi suatu masyarakat. 

Mengerikannya : kalkulasi mesin hampir tidak mungkin salah, kemungkinannya sangat tinggi untuk menemukan hasil sempurna.

Basis algoritma menjadi nilai dasar yang dipercaya mampu untuk mengotomatisasi berbagai hal yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh tangan dan pikiran manusia secara trial and error, termasuk urusan kreativitas yang selama ini dianggap hanya manusia yang mampu memonopolinya. 

Bidang yang terakhir ini perlu diwaspadai, sebab apa yang menjadi unsur penting dalam keberlangsungan hidup spesies Homo Sapiens sampai hari ini jika bukan kreativitas?

Kreativitas lah yang membuat manusia di masa lalu mampu bertahan hidup bahkan menjadi spesies pemuncak tangga makanan hari ini. Membuat alat, merekayasa alam, menciptakan alat komunikasi. 

Keterampilan-keterampilan krusial tersebut memerlukan kreativitas. Apabila kreativitas mampu dipelajari secara utuh dan diotomatisasi oleh kecerdasan buatan, maka kita perlu mulai merumuskan kesadaran akan keterampilan khas kita yang lain sebagai satu spesies.

Bahtera Gotong Royong

Kita tidak perlu salah tingkah dan panik berlebihan. Manusia masih memiliki satu ciri khas yang dalam sejarah peradabannya seringkali berperan sebagai faktor penyelamat. Namanya : kerjasama. Keahlian ini unik. Sebab, hanya manusia lah spesies yang mampu untuk bekerjasama dalam jumlah besar. 

Berbeda dengan singa atau hyena misalnya yang hanya mampu bekerjasama dengan sesama kelompoknya. Hari ini, keseluruhan sistem negara, institusi, dan lembaga yang ada di dunia memerlukan kerjasama berskala besar. Perlu ada pembagian tugas yang mensyaratkan kemampuan kerjasama, di atas kemampuan kreativitas.


Seno mendapat penghargaan simbolis dari Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi atas dedikasi Relawan Surabaya Memanggil yang membantu penanganan Covid-19.-Humas Pemkot Surabaya-

Masyarakat Indonesia lama mengenali dan memahaminya dalam konsep Gotong Royong. Konsep ini terpatri dalam DNA masyarakat kita melalui rangkaian wujud nyata kerjasama sehari-hari : membersihkan selokan, melakukan kerja bakti, memberikan sedekah, bahu membahu menolong tetangga yang terkena sakit. Bangsa kita mempunyai reputasi terkemuka dalam hal kedermawanan dan kehendak melakukan gotong royong. Hal-hal ini menjadi wujud sederhana terjaganya roh dan nilai kemanusiaan kita. Ada nilai empati, nilai solidaritas, perasaan senasib, dan semangat kerja bersama dalam gotong royong. Nilai-nilai yang sampai kapanpun tak akan bisa digantikan oleh mesin yang tak berjiwa.

Ramainya teknologi AI di media sosial membuat kita merenung. Di era dimana kecerdasan buatan semakin mudah menjangkau dan dijangkau oleh siapa saja, bagaimana kita sebagai manusia mampu mempertahankan jati diri eksistensial di tengah gelombang terpaan globalisasi tersebut? 

Setelah banyak pekerjaan kita bisa digantikan oleh mesin, apakah mungkin keseluruhan keberadaan kita sebagai satu spesies, seluruh perangkat nilai, pilar norma, dan keberagaman pemikiran serta karakter yang kita miliki bisa diotomatisasi dan digantikan juga oleh kalkulasi mesin suatu saat nanti? 

Jawabannya bisa jadi tidak berada jauh di atas langit. Jangan-jangan, tindakan sesederhana menguatkan spirit solidaritas dalam bergotong royong adalah solusi luhur untuk menyelamatkan kapal kemanusiaan di masa kini dan di masa yang akan datang, dalam rangka menghadapi kecerdasan buatan yang semakin canggih.

Penulis adalah Mahasiswa Jurusan Ilmu Politik FISIP Universitas Airlangga dan Koordinator Relawan Surabaya Memanggil yang Aktif Terlibat Dalam Penanggulangan Pandemi Covid-19.

Aryo Seno Bagaskoro

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: