Bliblioneer Insight with Dahlan Iskan: Langkah Pertama Bisnis (2)
Staff Learning Development BliBli Bramanti Nindi Larassati dan Dahlan Iskan di Bliblioneer, Rabu 14 Desember 2022 dengan tema Let .Our Sun Shine-Salman Muhiddin/Harian Disway-
SURABAYA, HARIAN DISWAY - Apa yang harus dilakukan orang yang baru merintis usaha? Langkah pertamanya bagaimana? Founder Harian Disway Dahlan Iskan sering dapat pertanyaan itu saat mengisi seminar atau diskusi bisnis.
Tema itu juga muncul saat Dahlan mengikuti Bliblioneer Insight yang diinisiasi BliBli, Rabu 14 Desember 2022.
“Untuk yang memulai dengan bisnis relatif kecil, sebaiknya jangan punya karyawan dulu. Kerjakan sendiri. Memang capek dan melelahkan tapi ini momentum bagi anda untuk menghayati bisnis itu hingga mendarah daging,” ujar Dahlan yang mengikuti diskusi via zoom dengan tema Let Our Sun Shine itu.
Yang perlu dicatat, saran itu ditujukan perinstis bisnis skala kecil. Dalam istilah UMKM, ini masuk usaha yang mikro dan kecil. Rekrutmen karyawan bisa dimulai saat usaha masuk skala menengah.
Kalau butuh tenaga tambahan saat merintis usaha, disarankan dari orang terdekat. Misalnya pacar, kakak, adik, istri atau suami.
“Karena kalau tidak dihayati total akan kurang berhasil. Gampang cari kambing hitam. Keliiru pilih karyawan. Karyawan saya malas. Karyawan tidak kreatif,” lanjut Menteri BUMN 2011-2014 itu.
Misalnya membuka usaha kue kering. Perintis yang mengerjakan semuanya sendiri akan punya ilmu soal bahan kue, peralatan memasak, kemasan, pemasaran, hingga keuangan. Semua ilmu itu sudah dikuasai ketika punya karyawan.
Ilmunya didapat dari kegagalan dan terus mencoba. Sampai ditemukan formula yang pas untuk bisnis itu.
“Saat momentum itu anda lewatkan, yang dapat pengalaman anak buah anda. Maka kerjakan (pekerjaan) yang paling kasar sekalipun,” ucap mantan Dirut PLN itu.
Ilmu itu tak didapat di dalam kelas. Dahlan menyebut pengalaman itulah sekolah atau kampus sesunggunya. Sebab, teori di sekolah atau kampus terkadang tidak cocok dengan kehidupan nyata.
Ia menambahkan, perintis usaha biasanya terlena dengan keberhasilan orang lain. Misalnya, orang tahunya dia punya cafe. Bagus. Ramai. Menguntungkan.
Yang tidak terlihat: Sewa tanah dan bangunan ratusan juta, ditipu karyawan, gonta-ganti menu, komplain pelanggan, jatah preman, tagihan pajak, utang modal belum terbayar.
Dan tentu semua penderitaan yang tidak terlihat. Anda bisa teruskan sendiri contohnya.
Orang lalu cenderung meniru. “Yang anda lihat luarnya. Tidak tahu dalamnya. Padahal setengah mati menderitanya,” ucap Dahlan.
Ia meminjam istilah putranya sendiri, Presiden Persebaya Azrul Ananda: School of Suffering. Istilah itu dipakai untuk kelompok pesepedanya: Azrul Ananda School of Suffering (AA SoS).
Istilah suffering bukan untuk menyiksa diri. Namun berjuang untuk menghayati pekerjaan secara mendetail.
Yang meniti karir di perusahaan orang juga harus punya mentalitas itu. Katanya, Bagi yang baru pertama berkarir jangan terlalu memikirkan gaji. Nanti dapat apa? “Sebainya ada niat dalam hati, saya ini belajar tapi dibayar,” kata pengusaha 71 tahun itu.
Dibayar berapapun lumayan. Namanya juga belajar. Dahlan percaya karyawan yang punya mentalitas begitu bakal punya pikiran longgar. Kerja all out.
Seiring waktu dia bakal mendapat reputasi orang suka menyelesaikan pekerjaan. Bukan ngerepoti orang.
Ketika suatu pekerjaan tuntas lebih cepat, Dahlan menyarankan karyawan untuk aktif tanya ke atasan: apa lagi yang harus dikerjakan. “Anda dapat poin luar biasa. Dikenal ringan kaki. Dicatat dalam otak pimpinan bahwa anda ini bukan hanya dipercaya tapi bisa diandalkan,” kata pria asal Magetan itu. (Salman Muhiddin, bersambung)
Suport dan Apresiasi, BACA BESOK!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: