Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Mendagri Larang Pemda Sewakan Tanah Negara (8)

Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Mendagri Larang Pemda Sewakan Tanah Negara (8)

Pejuang Surat Ijo menggelar demonstrasi di depan Balai Kota Surabaya 2020 lalu.-Memorandum-

Pemkot Surabaya mulai memberlakukan sistem sewa tanah sejak 1971. Tagihannya ditarik mundur hingga 1966. Ketentuan itu sebenarnya berseberangan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 6 Tahun 1972 tentang Pelimpahan Wewenang Pemberian Hak atas Tanah. 


Wali kota dilarang menyewakan tanah negara. Nyatanya sistem sewa tetap dipertahankan dengan menerobos aturan tersebut.

Pasal 13 Ayat 1 huruf b Permendagri 6/1972 melarang gubernur, wali kota atau bupati memberikan tanah negara dengan sesuatu hak apapun. Sekalipun sifatnya sementara. Nah, sejak tahun 1971 pemkot memberikan hak sewa kepada warganya. Sifatnya sementara. Diperpanjang setahun sekali.

Pelanggaran tersebut terus dilakukan hingga pemkot mengganti sistem sewanya menjadi sistem retribusi pada 1977. Istilahnya berbeda. Namun praktiknya sama saja.

Dosen Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional (STPN) Yogyakarta M. Nazir Salim dalam bedah buku Reforma Agraria Setengah Hati menilai pemakaian istilah retribusi sangat cerdas. 

Istilah sewa yang biasa dipakai era kolonial bisa diperhalus. Dalam konteks berbisnis pemkot dapat nilai plus. Namun, dalam konteks bernegara praktik itu tetap tidak dibenarkan. “Menurut saya kok tidak layak, negara berbisnis dengan rakyatnya,” ujar Nazir.

Sistem retribusi tersebut sebenarnya juga masih menabrak ketentuan Permendagri  6 /1972. Dalam Pasal 13 ayat 1 huruf b, kepala daerah juga tidak boleh memberikan izin mempergunakan atau menguasai tanah. 

Namun, Pemkot dan DPRD Surabaya mengeluarkan Perda Nomor 22 Tahun 1977 tentang izin pemakaian tanah (IPT). Pelanggaran lagi-lagi terjadi, tapi tetap dibiarkan oleh pemerintah pusat.

Permendagri tersebut diberlakukan agar pemerintah tidak memberikan aset tanah negara ke pemda atau BUMN secara mutlak. Pencatatan hak pengelolaan lahan (HPL) menjadi aset pemda tidak diperbolehkan. “Karena dia (pemerintah pusat) akan kehilangan hak tunggalnya,” ujarnya.

Jika  pemerintah pusat membutuhkan tanah tersebut sewaktu-waktu, maka birokrasinya gampang. Pemerintah pusat tinggal mencoret SK HPL pemda atas tanah itu.

Permendagri Nomor 6 Tahun 1972 tersebut juga sempat jadi senjata warga untuk meruntuhkan sistem surat ijo. Terutama ketika rezim orde baru runtuh pada 1998. Warga punya kesempatan mengekspresikan ketidak adilan yang mereka pendam bertahun-tahun.

Perjuangan ditempuh lewat jalur demonstrasi. Lapor ke DPRD. Ada juga yang menggugat pemkot. Namun pejuang surat ijo selalu kalah melawan pemerintah. (Salman Muhiddin)

Sepuluh Kelompok Surat Ijo , BACA BESOK!

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: