Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Langkah Diplomasi Lebih Membuahkan Hasil (24)

Sejarah dan Konflik Surat Ijo Surabaya: Langkah Diplomasi Lebih Membuahkan Hasil (24)

Pejuang surat ijo demo di depan kantor ATR/BPN Jatim 2021.-Salman Muhiddin/Harian Disway-

Warga penghuni Surat Ijo sempat menang di tingkat Kasasi. Namun akhirnya kalah lagi oleh pemkot yang mengambil jalur peninjauan kembali (PK) di Mahkamah Agung (MA) pada 13 November 2012.


Namun warga belum bisa menerima putusan itu. Gerakan Pejuang Hapus Surat Ijo Surabaya (GPHSIS) yang dipimpin bambang Sudibyo menyiapkan gugatan selanjutnya. Lima perwakilan warga: Supadi HS, Cholil, Suhardi, Hardimin dan Phillips Moniaga ke MK pada 14 April 2015. Mereka didampingi Pengacara Sholeh, dkk. 

Dalam website mkri.id, tertulis bahwa warga merasa hak konstitusionalnya dirugikan dengan berlakunya pasal 17 ayat 1 UU/5 Tahun 1960 atau Undang-Undang Pokok Agraria.

Sebab pasal tersebut tidak memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi warga. Lima orang perwakilan itu tinggal di tanah yang diakui sebagai aset Pemkot Surabaya. Setiap tahun mereka harus membayar retribusi Izin Pemakaian Tanah (IPT) plus Pajak Bumi Bangunan (PBB).

Namun, mereka tidak berhak mengajukan tanah yang ditinggali menjadi hak milik. Padahal tanah yang ditinggali tersebut adalah tanah negara. Tanah-tanah kelebihan itu seharusnya didistribusikan kepada warga sesuai semangat land reform dalam UUPA.

Warga juga mempertanyakan Perda Nomor 16 tahun 2014 tentang Pelepasan Aset Tanah. Perda itu muncul atas desakan warga. Pemkot akhirnya mau melepas tanah surat ijo, tapi harus bayar.

Itu bukan solusi yang diharapkan warga. Justru perda itu menambah rumit hubungan pemkot dengan warga. Sebab warga yang ingin membeli rumahnya harus membayar dengan harga appraisal sesuai harga jual di sekitarnya. 

Pernyataan yang sering muncul kala itu adalah: kalau pemkot mengklaim itu tanah daerah, kapan mereka membelinya? Atau pemkot punya surat hak milik, sehingga mau menjual tanah surat ijo ke warga. 

Saat langkah hukum mentok, warga memaksimalkan jalur diplomasi dan akademis. Bambang Sudibyo yang dulu memimpin GPSIS kini bergabung dengan Perkumpulan Penghuni Tanah Surat Ijo (P2TESIS) Surabaya.

Di organisasi itu banyak tokoh-tokoh senior surat ijo yang bergabung. Salah satunya M. Faried yang merupakan mantan Bupati Lamongan. P2TESIS menemui Kakanwil Jatim untuk mempertanyakan progres penanganan Surat Ijo. “Kami berharap retribusi ini dihentikan dulu sambil menunggu penyelesaian dari pusat,” katanya.

Kakanwil BPN Jatim Jonahar mengabarkan berita gembira. Kabar itu datang setelah BPN Jatim didatangi komunitas surat ijo lainnya: Komunitas Pejuang Surat Ijo Surabaya (KPSIS). Persoalan surat ijo akan diselesaikan di tingkat pusat. 

Pemkot Surabaya juga pro aktiv dalam penyelesaian konflik vertikal itu. ”Saya juga sempat singgung soal surat ijo ke pak wali kota (Eri Cahyadi) saat ada acara. Kata beliau nanti akan sowan ke BPN Jatim. InsyaAllah ketemu sebelum lebaran,” ujarnya.

M Faried bahagia mendengar kabar itu. Katanya, ucapan Kakanwil BPN Jatim kala itu bagai hujan deras yang mengguyur kemarau panjang. (Salman Muhiddin)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: