Pergantian Tahun di Hong Kong (3) : Mutiara dari Timur Masih Lesu

Pergantian Tahun di Hong Kong (3) : Mutiara dari Timur Masih Lesu

Jalanan sepi di kawasan Sheung Wun. Biasanya di sini banyak turis berlalu-lalang.-Nathania Christiyanto-Harian Disway-

Hong Kong menjadi perhatian dunia dalam empat tahun belakangan. Pembangkangan sipil meletus sejak 15 Maret 2019. Disusul kemudian pandemi Covid-19. Sisa-sisa kelesuan itu pun masih terasa hingga akhir 2022. Berikut catatan perjalanan NATHANIA CHRISTIYANTO, chief designer Harian Disway.

 

PROTES rakyat Hong Kong membanjiri jalanan pada 2019 silam. Pusat-pusat kota ricuh. Dari Wan Chai, Causeway Bay, Central, hingga Admiralty. Saya mengikuti berita itu dari media cetak maupun televisi. 

 

Bahkan sempat merasakan betapa mencekam suasananya. Persis saat kami sekeluarga berlibur ke Korea dan transit di Hong Kong pada awal Januari 2020. 

 

Saat itu, Covid-19 baru muncul di Wuhan, Tiongkok. Hong Kong belum terpapar. Tetapi, jalanan sudah terlihat sepi dari biasanya. Bekas-bekas kerusuhan masih ada. Itu terlihat jelas dari Regal Airport Hotel tempat transit kami.
Baca juga: Traveler Sepi, Pekerja Migran Banyak

 

Kekacauan pun makin sempurna setelah Covid-19 merebak ke seluruh dunia. Hong Kong menerapkan kebijakan Zero Covid-19 yang super ketat. Kegiatan masyarakat nyaris lumpuh total. Dampaknya langsung terasa bagi kami. Karena bisnis Papa cukup terseok-seok di sana. 

 

Pun saat kami tiba di Bandara Internasional Hong Kong pukul 14.10 pada 28 Desember 2022. Kemuraman itu masih terasa bagi para turis. Harus menjalani serangkaian tahap baru sebelum keluar dari bandara.

 

Rupanya, hasil tes antigen mandiri dari Indonesia sia-sia. Tak digunakan sama sekali. Semua turis harus menjalani tes PCR lagi. Kepanikan menyergap seketika.

 

Pikiran ke mana-mana. Takut ada ketentuan-ketentuan yang terlewatkan. Pandangan kami pun melulu ke petugas. Patuh dengan setiap instruksi mereka.  

 

Dan belum selesai rasa cemas itu masih harus ditambah lagi barang baru. Petugas memindai paspor kami di website khusus. Muncul warna barcode hijau. Tanda belum bisa bebas jalan-jalan karena belum dites PCR.

 

Petugas juga memberi keplek kertas kuning berisi barcode. Lengkap dengan tabung kecil tes PCR. Antreannya mengular cukup panjang. Kami berada di tengah banyak pekerja migran Indonesia. Prosesnya begitu cepat. Sekitar 15 menit mengantre sudah dapat giliran tes. 

 

Tesnya pun beda dari tes PCR yang pernah kulakukan di Indonesia. Hidung dan tenggorokan tidak dicolok. Tetapi cukup menempelkan alat ke sekeliling rongga mulut.

 

Mereka sangat sigap melayani. Bilik yang tersedia juga cukup banyak. Memanjang dan berhadap-hadapan. Ada 20 bilik jika dilihat dari kode di bilik terakhir: A20.

 

Usai tes, terbitlah rasa gundah. Jika hasilnya positif tentu hanya akan membuyarkan rencana. Karena wajib menjalani karantina dulu berhari-hari. 

 

Petugas memberi tahu kami satu aturan lagi. Yakni harus tes antigen lagi dari hari pertama hingga hari kelima. Mengunggah hasilnya di website khusus. Serta kelengkapan data dan vaksinasi yang tersertifikasi WHO.

 

Barulah setelah itu diperbolehkan stempel paspor di meja imigrasi. Dan mengambil koper di tempat bagasi yang begitu senyap. Tak seramai saat libur akhir tahun biasanya. Tak ada antrean sama sekali. 

 

Hasil tes PCR memang belum keluar. Tetapi, turis diizinkan keluar bandara. Harus menunggu di hotel masing-masing.


Toko-toko tutup di kawasan menuju Causeway Bay.-Nathania Christiyanto-Harian Disway-

 

Kami pun bergegas ke luar. Jalanan lengang. Pun ketika kami menunggu bus di halte. Sangat sepi. Kebijakan transportasi diperbarui. Headway bus tingkat berubah menjadi satu jam. Beda jauh dengan sebelum pandemi yang hanya enam menit.

 

Saya duduk di kursi tengah sisi kanan. Dempet dengan jendela. Sepanjang perjalanan ke stasiun, saya menikmati sensasi Hong Kong yang sama sekali berbeda. Suasana jalanan sungguh lesu.

 

Pertokoan banyak yang tutup. Termasuk Toko Marathon, toko sepatu yang cukup terkenal punya banyak cabang itu. Billboard yang biasanya penuh pun banyak yang kosong.

 

Tak terlihat lagi keriuhan turis-turis yang memenuhi trotoar. Pemandangan akhir tahun yang cukup aneh di Hong Kong. “Bener-bener nggak bisa cuci mata,” kataku dalam hati. 

 

Sebab, jalanan hanya dipenuhi encik-encik dan encim-encim. Anak-anak muda pasti masih kerja atau sekolah. Rasanya, inilah pengalaman paling hambar menikmati Hong Kong dalam hidup. (naskah ditulis oleh Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: