Aksi Panggung Sosiawan Leak di Pameran Komite Hijaz Satu Abad NU

Aksi Panggung Sosiawan Leak di Pameran Komite Hijaz Satu Abad NU

Aksi panggung pembacaan puisi Sosiawan Leak di acara pembukaan Pameran Foto dan Dokumen Komite Hijaz di Ruang Pelangi, Hotel ShangriLa Surabaya, Minggu, 5 Februari 2023-Julian Romadhon/Harian Disway-

Resepsi 1 Abad Nahdlatul Ulama (NU) akan digelar Selasa, 7 Januari 2023, di Stadion Gelora Delta Sidoarjo. Acara akbar itu dimulai dengan rangkaian kegiatan. Salah satunya, pameran foto dan dokumen Komite Hijaz di Hotel Shangri-La, Surabaya, kemarin, Minggu 5 Februari 2023.

--

Penampilan lelaki gondrong di panggung itu seperti santri. Mengenakan kopiah dan sarung hitam. Berkaus polos putih. Dengan kemeja lengan panjang semacam surjan yang bagian depannya dibiarkan terbuka. 

Aksi panggungnya memukau. Para kyai dan santri di Ruang Pelangi, Hotel Shangri-La, seolah sedang tergendam. Khidmat dan khusyuk memelototi pembacaan puisi penyair kelahiran Solo itu: Sosiawan Leak.

BACA JUGA:BMKG Prediksi Sidoarjo Hujan di Peringatan 1 Abad NU 7 Februari 2023, Jangan Lupa Bawa Payung

BACA JUGA:FIFA Cek Kesiapan GBT, G10N dan THOR Surabaya, Piala Dunia U-20 Dimulai Tanggal Ini

Kedua kakinya yang telanjang sontak mengangkang. Gedibukan menginjak-injak panggung sampai berbunyi. Seolah mengatur ritme. 

Kedua lengannya dihempaskan ke depan dan belakang. Menari gagah bak seorang warok. Sambil melepas lalu mengalungkan surjan ke bahunya.

“Kemudian dari Bangkalan bertandang, Gresik terpercik, Pasuruan membilang

Ienas Tsuroiya, putri KH Mustofa Bisri, merekam penampilan penyair Sosiawan Leak di acara pembukaan Pameran Foto dan Dokumen Komite Hijaz di Ruang Pelangi Hotel ShangriLa Surabaya, Minggu, 5 Februari 2023.

juga Malang dan Jombang…,” teriaknya begitu lantang. “Orang-orang sarungan bermunajat di Surabaya, bermufakat melayarkan Komite Hijaz,” lanjut Leak dengan kedua tangan menengadah seperti orang berdoa.

Aksinya makin menjadi-jadi. Kopiah hitam di kepala ia lepas. “Berhenti sampai sini? Lho ini serius. Lha terus terang wae to di NU iki,” kata Leak menghentikan lantunan puisinya. Tawaran itu menyindir panitia yang sebelumnya hanya memberi durasi tampil 5 menit kepadanya. 

Orang-orang yang tadinya menyimak serius mendadak tergelak. Tentu saja kalimat Leak itu membuyarkan suasana. Penyair 55 tahun itu memang terkenal dengan gaya improvisasi panggung semacam itu. 

Ia pandai menciptakan suasana serius. Untuk kemudian memecahnya dengan lemparan lelucon dadakan. Dan dengan mudah menggiring kembali ke keheningan. 

Kali ini, kedua kaki Leak kembali mengangkang. Surjan sudah dihempaskan ke lantai panggung. Rautnya memelas.

Suara Leak makin getir dan parau. “Seratus pejuang gugur sebagai kesuma, entah di medan laga, disiksa atau dibunuh di penjara. Sepuluh lainnya..,” ucapnya sambil kedua tangannya mengurai dan mencoba melepas ikatan sarung di perutnya. 

Bait itu juga terpotong mendadak. Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf yang duduk persis di depan panggung tiba-tiba nyeletuk, “Katok e ojo, lho (Celananya jangan, lho)..,” kata Gus Yahya.

BACA JUGA:Pria Probolinggo Nikah Pakai Mahar Linggis, Ini Maksudnya

BACA JUGA:Series Jejak Naga Utara Jawa (15): Misa Hening dengan Segelintir Umat

Para hadirin pun kembali tergelak. Apalagi saat dibalas oleh Leak,”Enggak, Gus..” masih dengan ekspresi wajah yang masih memelas dan suara yang kecil.

Guyonan liar seperti itu memang bagian yang paling khas dari NU. Tidak melulu formal. Tapi, tentu saja bukan berarti meniadakan substansi.

Pembacaan tiga seri puisi berjudul “Orang-orang Sarungan” karya Leak itu menggambarkan betapa kerasnya perjuangan para ulama dan santri NU. Terutama saat membentuk Komite Hijaz di era sebelum kemerdekaan Indonesia. 

“Komite Hijaz ini titik awal kelahiran NU. Program internasional perdana NU pada 1928,” ujar Ketua Lesbumi NU Jadul Maula dalam sambutannya. Komite Hijaz terbentuk karena keperluan mendesak. Sebagai syarat agar bisa mengirimkan perwakilan untuk ikut Kongres ‘Alam Al-Islam di Mekkah.

Inisiatif itu datang dari kyai muda saat itu KH Abdul Wahab Hasbullah. Usianya masih menginjak  37 tahun pada 1926. Tetapi gagasannya melampaui zaman. Ia menyatakan keluar dari Comite Chilafat yang sudah dikuasai kelompok Pan Islamisme. 

BACA JUGA:Bocah Kelas 7 SMP Bikin Geger Institusi Polri, Ngaku Kapolres Luwu dan Tebar Ancaman di TikTok

BACA JUGA:Geger Laka Pelajar Tanpa Busana: Gubernur Jambi Copot Jabatan Kasubag DPRD, Ayah Pelaku

Dan menganggap keputusan Congres Al-Islam ke-5 di Bandung terlalu politis pada Februari 1928. Mengesampingkan urusan krusial umat Islam seperti bermazhab, amaliah ahlussunnah, persebaran kitab-kitab, hingga terjaganya warisan sejarah peradaban Islam di Tanah Hijaz.

Abdul Wahab lebih memilih mendirikan Komite Hijaz bersama para ulama lain yang sevisi. Terutama menyiapkan untuk ikut Muktamar ‘Alam Al-Islam di Mekkah. Sekaligus menemui Raja Ibnu Saud pada 1928.

Perjalanan panjang Abdul Wahab yang ditemani Syekh Ghanaim Al-Amir ke Jeddah tersaji dalam pameran ini. Ada arsip-arsip berupa foto dan dokumen dipajang di selasar lantai 2. Bukti otentik perjuangan yang luar biasa. 

Kedua sosok besar itu berlayar dari Tanjung Perak, Batavia, Singapura, Johor, hingga Jeddah. Tantangan yang dihadapi juga berat. 

Sebab, otoritas Ibnu Saud didominasi kelompok Pan Islamisme. Merombak tatanan ibadah di Mekkah dan Madinah. Bahkan memberlakukan mazhab tunggal tanpa toleransi. Jelas berseberangan dengan pemikiran NU.

Tetapi, kata Gus Yahya, kedua tokoh itu pantang menyerah. Saat di Johor, mereka menemui ulama-ulama besar yang sevisi tetapi tak punya keberanian yang sama.

Abdul Wahab pun ditanya apa yang membuat dirinya punya keberanian besar. Jawaban Kiai muda kelahiran 1888 itu sungguh luar biasa. “Berhasil atau tidak itu takdir. Tetapi, yang penting sudah menghilangkan sikap diam,” ujar Gus Yahya meniru jawaban KH Abdul Wahab.

Spirit itulah yang harus diterjemahkan secara lebih gamblang ke permasalahan kekinian. Sehingga pameran itu tak berhenti sebatas kumpulan dokumen dan manuskrip. 

“Tetapi, kita butuh narasi tentang esensi perjuangan beliau hingga berani bentuk Komite Hijaz dan menemui Raja Hijaz,” tandas Gus Yahya. (Mohamad Nur Khotib)

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: