Yang Fana Adalah Waktu, Sapardi Djoko Damono di Tampilan Utama Google
Tampilan Google Doodle 20 Maret 2023 dengan ilustrasi Sapardi Djoko Damono.-Google-
Yang ragu-ragu di jalan itu.
Tak ada yang lebih arif.
Dari hujan bulan Juni.
Dibiarkannya yang tak terucapkan diserap akar pohon bunga itu.
Perjalanan SDD
Masa mudanya banyak dihabiskan di perpustakaan dengan membaca buku. Ia mulai menulis puisi sejak masih duduk di bangku SMA. Berbagai karya luar biasa sudah pernah lahir dari mahir tangannya dalam menulis sajak-sajak sederhana namun mampu menyejukkan jiwa.
Jejak karir Sapardi sangat luar biasa. Tercatat pada 1969, Sapardi mengeluarkan kumpulan puisi pertamanya yang berjudul dukaMu abadi.
Pada masa itu, sebagian besar sastrawan Indonesia fokus pada gagasan sosial, namun Sapardi lebih memilih fokus pada kondisi manusia. Semasa hidupnya, Sapardi dikenal sebagai sastrawan yang produktif menulis karya. Hampir setiap tahunnya, Sapardi merilis karya-karya baru.
Karya-karyanya abadi. Diakui pecinta sastra dan banyak menjadi bahan ajar bagi mahasiswa jurusan Sastra Indonesia.
Sapardi sempat menjadi Direktur Pelaksana Majalah Horison. Dia juga sempat merantau ke Jakarta pada 1973 setelah sempat tinggal di Semarang hingga menjadi pengajar di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Indonesia dan menjadi guru besar.
Sapardi Djoko Damono 1984 saat masih jadi dosen di Universitas Indonesia.-UI-
Sepanjang hidupnya, Sapardi banyak meraih penghargaan internasional maupun nasional, diantaranya Cultural Award (1978), Anugerah Puisi Putra (1983), The SEA Write Award (1986),
Anugegrah Seni Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1990), Kalyana Kretya (1996), Achmad Bakrie Award (2003), Akademi Jakarta (2012), Habibie Award (2016), dan ASEAN Book Award (2018).
Tidak hanya raihan prestasinya yang patut dibanggakan, Sapardi juga diketahui mendirikan Perhimpunan Cendekiawan Sastra Indonesia dengan maksud mempromosikan seni ke seluruh negeri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: