Mahfud MD Sebut Bawahan Sri Mulyani Tutup Akses Informasi

Mahfud MD Sebut Bawahan Sri Mulyani Tutup Akses Informasi

Menko Polhukam Mahfud MD menghadiri rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR RI terkait dugaan TPPU sebesar Rp 349 triliun di tubuh Kemenkeu, Rabu, 29 Maret 2023.-YouTube DPR RI-

JAKARTA, HARIAN DISWAY- Benang kusut soal transaksi janggal Rp 349 triliun yang diungkap Mahfud MD belum terurai sepenuhnya. Apalagi, pengungkapan itu sempat mendapat tanggapan miring dari sejumlah anggota Komisi III DPR. Yaitu, Arteria Dahlan, Benny K. Harman, dan Arsul Sani.

Tiga politikus itu menganggap bahwa pengungkapan atas kejanggalan transaksi di tubuh Kementerian Keuangan bukan kewenangan Mahfud MD. Terutama sebagai menteri koordinator polhukam. 

Namun, mantan ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu punya dalih kuat. Yakni, apa yang diungkapkannya sama sekali tak melanggar perundang-undangan. Bahkan, metode itu sudah biasa ia gunakan untuk membongkar kasus-kasus berat. Mulai aksi terorisme hingga korupsi.

Itu disampaikan Mahfud MD secara blak-blakan saat rapat dengar pendapat bersama Komisi III DPR di Senayan, Rabu sore, 29 Maret 2023. ”Ini tidak ada hukum yang melarang. Saya bekerja atas informasi dan data intelijen. Sudah banyak dilakukan sejak dulu,” tandas ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang itu.

Mahfud pun tetap bersikeras pada pernyataannya terkait transaksi keuangan mencurigakan senilai Rp 349 triliun di Kementerian Keuangan. Meski angka tersebut berbeda dengan yang disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat rapat kerja dengan Komisi XI DPR pada Senin, 27 Maret 2023. Saat itu Sri Mulyani menyebutkan, nilai transaksi janggal yang berkaitan langsung dengan pegawai di kementerian yang dipimpinnyi hanya Rp 3,3 triliun.

Sementara itu, Mahfud tak segan membeberkan perinciannya. Ia membagi dalam tiga kelompok. Pertama, soal transaksi keuangan mencurigakan di pegawai Kemenkeu. Menurut data yang sudah dikantonginya, besaran angkanya bukan Rp 3,3 triliun, melainkan Rp 35 triliun.

Kedua, soal transaksi keuangan yang mencurigakan yang diduga melibatkan pegawai Kemenkeu secara langsung. Total nilainya mencapai Rp 53 triliun. Ketiga, transaksi keuangan terkait kewenangan Kemenkeu sebagai penyidik tindak pidana asal (TPA) dan TPPU yang belum diperoleh sebesar Rp 260 triliun. ”Sehingga jumlahnya Rp 349 triliun. Nanti kita tunjukkan suratnya,” ujar Mahfud. 

Namun, Sri Mulyani justru kaget saat mengetahui semua informasi terkait itu lantaran belum menerima surat-surat. Sebab, menurut Mahfud, Sri Mulyani memang tidak menerima surat-surat secara langsung di tangannyi.

Guru besar hukum tata negara Universitas Islam Indonesia itu menambahkan bahwa yang terlibat dalam transaksi sebanyak 419 pegawai Kemenkeu. Misalnya, dalam kasus pejabat Rafael Alun Trisambodo, juga disebutkan jaringan pegawai yang terlibat. 

Salah satunya, soal temuan PPATK terhadap adanya pencucian uang sebesar Rp 189 triliun yang diduga melibatkan 15 entitas. Laporan itu disampaikan ke Kemenkeu pada 2017 dan 2022. 

Namun, laporan PPATK itu kemudian diubah dari cukai menjadi laporan pajak dan disampaikan ke Menkeu. Mahfud tak memerinci siapa yang mengubah laporan tersebut. ”Itu adalah untuk 15 entitas. Tapi, hanya dikeluarkan satu entitas, padahal di laporan kami ada 15. Nanti dicek,” ujar Mahfud.

Menurutnya, ada kekeliruan di pihak Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati soal data tersebut. Ia menduga itu terjadi karena ada pihak yang menutup akses informasi. Yakni, dari bawahan Sri Mulyani yang setara pejabat tinggi eselon satu.

Sri Mulyani pun baru menerima data itu pada 13 Maret 2023 dari Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Padahal, semula, Sri Mulyani sempat bertanya soal transaksi tersebut kepada bawahannyi. Namun, si bawahan menjawab tidak ada.

Namun, jawaban berbeda saat ditanyakan kepada Kepala PPATK Ivan Yustiavandana. Ternyata, surat yang dimaksud pun lengkap. Dari situlah baru dicari surat yang isinya menyebutkan dugaan TPPU.

Sumber: