Umar Syaroni, Penyandang Disabilitas Peraih Beasiswa Doktor di Australia (2) : Bertahan dari Perundungan Sejak Kecil
UMAR SYARONI, awardee LPDP ke Australia, memperkaya wawasannya dengan membaca banyak buku.-Boy Slamet-Harian Disway-
Umar Syaroni tidak tiba-tiba saja menjadi pribadi yang sukses, menjadi lelaki tangguh yang akhirnya sukses meraih mimpi. Ia banyak mengalami tempaan berat yang tidak semua orang mungkin mampu menghadapinya.
PUNYA pikiran positif itu tidak mudah. Itu diungkapkan Umar Syaroni. Dalam lamunan panjang, ia pernah punya anggapan bahwa dirinya adalah salah satu manusia paling tidak beruntung di dunia. Dalam lingkungan sekitar yang sangat keras, tidak mudah menganggap bahwa semua manusia sebenarnya baik. Tetapi, lelaki kelahiran Jeddah, Arab Saudi, itu akhirnya mampu mengatasi semua cobaan tersebut.
Menurut Umar, yang juga perlu terus dikuatkan adalah orang-orang terdekat para penyandang disabilitas. Siapkah mereka punya anak dengan keterbatasan? Bahkan ibu Umar pun pernah disarankan untuk menenggelamkan Umar ketika bayi. Ya, bayi yang kedua tangannya buntung itu. Bisa apa ia nanti?
Namun, ibu Umar tetap bertahan. Dan terbukti, Umar akhirnya bisa meraih prestasi tinggi. Anak kedua dari tiga bersaudara itu menggapai mimpi yang susah diraih. Sekolahnya sukses. Bahkan menjadi public speaker besertifikat oleh IEEEL Institute.
Padahal, semua itu dijalaninya dengan sulit. Sejak kecil. “Sulit, ya, melupakan itu. Pernah juga waktu itu aku lagi jalan bareng mama. Eh, ada pasangan papasan sama aku. Mereka bilang, ‘Ih, ada setan! Setan!’ Bayangin kamu di posisiku. Gimana?” kata Umar.
Umar sendiri tak ingin dianggap sebagai golongan yang berbeda. “Gak enaknya tunadaksa itu kelihatan banget, kan ya. Orang-orang pasti ngeliatin aku. Langsung tertuju ke tanganku. Seharusnya biasa aja, dong. Jangan kayak ngelihat sesuatu yang aneh,” kata lelaki kelahiran 2 November 1995 itu.
Tetapi, Umar tetap yakin bahwa prestasinya akan bisa menjadi langkah awal terhentinya perundungan. ’’Sekarang aku bisa buktikan kalau aku juga sama kayak mereka bahkan bisa lebih,” ucapnya bangga.
KEPERCAYAAN DIRI Umar Syaroni (kanan) saat memandu acara Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) di Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya pada 2022.-Umar Syaroni untuk Harian Disway-
Keberhasilannya mendapatkan beasiswa untuk meraih gelar PhD in Arts and Social Scienses Majoring in Media and Communication menjadi sarana untuk mewujudkan rencana jangka panjangnya.
Umar berencana meneliti kampanye disabilitas di media sosial Indonesia untuk disertasinya. Kampanye yang akhirnya menghasilkan usul kebijakan bagi Kemenkominfo dan Kemensos. Ia ingin mengarahkan kampanye itu bahwa disabilitas pun punya kemampuan. Bukan sekadar minta dikasihani.
Setelah lulus, Umar ingin menjadi dosen. Bahkan di universitas negeri ternama. Dan rupanya, cita-cita sebagai pengajar perguruan tinggi itu sudah ada sejak lama. Lagi-lagi mimpi itu berawal dari afirmasi positif yang berusaha ia tumbuhkan untuk mematahkan cibiran orang-orang yang memandangnya sebelah mata. Menjadi dosen tidak hanya membagikan ilmu. Tapi juga pengalaman yang mendidik tentang kehidupan.
“Aku pengen bisa jadi contoh. Oh, ternyata ada teman disabilitas di bidang profesional. Jadi dosen disabilitas punya lebih banyak kesempatan untuk memajukan pendidikan inklusif di Indonesia. Again, itu jadi concern aku saat ini,” papar Umar.
Segala prestasi Umar tampaknya bermula dari kemampuannya untuk berdamai dengan keadaan. Sehingga, ia bisa mendorong diri untuk membaur dengan orang lain.
“Kalau aku sih karena lihat mama, ya. Kayaknya hati mamaku itu terbuat dari emas, haha. Selalu ikhlas dan sabar. Aku bahkan kagum dengan keputusannya untuk merawatku. Gak mudah loh, melahirkan anak disabilitas. Banyak diomongin, kadang juga disalahin. Dia jadi contoh buat aku,” jelasnya.
TANPA KESULITAN, Umar Syaroni mengoperasikan laptop untuk belajar dan memperkaya referensi.-Boy Slamet-Harian Disway-
Tentu, orang tua Umar juga mengalami saat sulit. Saat Umar mengalami perundungan, mereka juga menangis. Dan itu pada akhirnya akan membuat Umar sedih.
Mendengar kisah Umar semakin membenarkan statement bahwa tak satupun makhluk di muka bumi ini tahu ke mana kapal kehidupan akan berlayar. Tuhan telah menyiapkan jalan untuk masing-masing ciptaannya.
Benar. Siapa yang tahu? Umar kecil dengan tangan istimewanya kini bersiap untuk menjelajah benua baru. Ditolak sekolah dan universitas berkali-kali ternyata tidak menghalangi mimpinya di masa depan.
Kata Umar, orang harus bisa mengubah ikhlas dan sabar jadi mindset positif yang bisa menarik diri dari ruang ketakutan. Siapa pun, terlebih teman-teman disabilitas perlu meruntuhkan dinding ketakutan dan rendah diri. Jika tidak, kita tidak akan pernah tahu sejauh mana kita bisa melangkah.
“Tataplah langit agar kamu malu meninggi. Pandanglah tanah agar kamu enggan rendah diri. Lihatlah warna-warni bunga agar kamu sadar bahwa bumi tak sewarna.” Itu quote by Umar Syaroni… (Hendrina Ramadhanti)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: