Siaga Tempur, Beda Aceh Beda Papua
Ilustrasi separatis Papua.-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
ULAH kelompok kriminal bersenjata (ada yang menyebut pemberontak separatis) di Papua membuat rakyat Indonesia geregetan. Geram. Rasanya, ingin segera melakukan operasi militer untuk menindak mereka.
Apalagi, kejadian terakhir di Nduga, Papua Pegunungan, memakan korban anggota TNI. Versi TNI, 1 tewas tertembak, 4 hilang, 4 terluka, dan 27 kondisi sehat. Anggota TNI dihadang saat menyisir Nduga mencari pilot SusiAir yang ditawan kelompok bersenjata itu.
Ada juga versi lain. Yakni, menurut anggota Komisi 1 Bidang Luar Negeri dan Pertahanan DPR Yan P. Mandenas. Ia menyebutkan, anggota TNI yang gugur 6 orang. Dan, 21 prajurit masih hilang.
Menjawab serangan di Nduga itu, TNI langsung menerapkan status: Siaga tempur. Naik dari status soft approach.
Status siaga tempur menuntut prajurit untuk waspada dari ancaman musuh.
Kepada media, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menyebutkan, status siaga tempur itu ditetapkan untuk membangun naluri tempur anggota TNI. Juga, hanya diberlakukan di pusat konflik.
Selain di tanah Papua, status siaga tempur saat ini sudah diberlakukan di perairan Natuna. Laut yang rawan diklaim Tiongkok.
Mengapa pemerintah tidak menerapkan DOM (daerah operasi militer) di Papua? Seperti yang diberlakukan di Aceh periode 1990–1998. Status DOM di Aceh itu bisa diartikan TNI aktif melakukan operasi militer.
DOM Aceh diberlakukan untuk meredam kelompok GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Operasi yang memakan banyak korban itu berakhir setelah Presiden B.J. Habibie memerintahkan penarikan anggota TNI.
Karakter kelompok bersenjata di Aceh dan Papua memiliki kesamaan. Yakni, sama-sama separatis. Mereka melawan integritas Indonesia. Baik di Aceh dulu maupun Papua sekarang, mereka ingin memisahkan diri dari Indonesia. Karena itu, sebagian publik menyebut kelompok bersenjata di Papua itu sebagai OPM (Organisasi Papua Merdeka) seperti halnya GAM.
GAM maupun OPM melakukan kekerasan. Korban tak hanya TNI, tapi juga warga sipil seperti PNS dan masyarakat yang datang dari luar wilayah tersebut.
Sudah tak terhitung berapa kali separatis Papua membantai warga sipil. Misalnya, tewasnya puluhan pekerja sipil, juga di Nduga, pada 2 Desember 2018.
Publik Indonesia saat itu sangat marah. Bahkan, Ketua Persatuan Purnawirawan TNI-AD Letjen (purn) Kiky Syahnakri langsung mengusulkan TNI melakukan operasi tempur terpadu di Papua. Kiky adalah mantan wakil KSAD yang mempunyai segudang pengalaman tempur di Timor Timur.
Namun, pemerintah tetap menerapkan pola penanganan yang berbeda antara di Aceh dan Papua. Dalam penyebutan nama organisasi saja berbeda. Di Aceh secara terang-terang GAM disebut sebagai kelompok pemberontak separatis.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: