Review Serial Daisy Jones & The Six di Prime Video: Romantisme Rock ‘n Roll Era 70an
POTRET KESUKSESAN band The Six, dari kiri Eddie (Josh Whitehouse), Warren (Sebastian Chacon), Billy (Sam Claflin), Daisy (Riley Keough), Graham (Will Harrison), dan Karen (Suki Waterhouse) dalam miniseri Daisy Jones & The Six. -Amazon Prime via IMDb-
Oleh:
Awik Latu Lisan
penikmat film, anggota
Grup Hobby Nonton
Sepanjang bulan lalu, Amazon Prime begitu gencar mempromosikan miniseri fiksi dengan gaya dokumenter yang berjudul Daisy Jones & the Six. Serial ini diangkat dari novel dengan berjudul sama karya novelis AS Taylor Jenkins Reid. Berikut ulasan dari Grup Hobby Nonton.
DAISY JONES & THE SIX adalah gambaran menarik dan imersif dari romantisme dan sentimentalisme rock 'n roll di Amerika Serikat pada era 1970-an. Serial itu menangkap semangat dan suara dekade tersebut dengan desain produksi, kostum, tata rias, dan musik yang otentik. Juga menampilkan penampilan luar biasa para pemerannya.
Miniseri berdurasi 10 episode itu dibintangi oleh Riley Keough sebagai Daisy Jones. Seorang penyanyi-penulis lagu cantik dan pemberontak yang bergabung dengan The Six, sebuah grup yang dipimpin oleh Billy Dunne (Sam Claflin).
Billy adalah frontman karismatik dan berbakat yang berjuang dengan kecanduan dan masalah keluarga. Bersama-sama, mereka menciptakan beberapa lagu paling ikonis di era mereka. Misalnya Aurora dan Honeycomb. Sekaligus menghadapi konflik, persaingan, romansa, dan pengkhianatan yang mengancam memisahkan mereka.
Ada banyak yang dieksplorasi dalam kisah ini. Tema-tema seperti kesenian, kreativitas, ketenaran, cinta, persahabatan, identitas, dan feminisme. Semua disampaikan dengan cara yang indah dan menarik.
Duet kreator Scott Neustadter dan Michael H Webber tidak segan-segan menunjukkan sisi gelap industri musik atau nafsu egosentris yang menghantui beberapa karakter. Demi memberi penghormatan kepada band-band nyata di AS. Sebuah penghargaan luar biasa dan nostalgia untuk rock 'n roll tahun 70-an yang membuat penonton merasa menjadi bagian dari perjalanan mereka.
Setelah menghabiskan tiga episode pertama, saya berhenti. Saya bertanya pada mbah Google. Apakah Daisy Jones and The Six ini band beneran? Ah, ternyata bukan. Saya terkecoh oleh gaya penceritaan miniseri yang menggunakan teknik wawancara dan kilas balik melalui sebuah karya fiksi. Sama seperti ketika saya terkecoh dengan That Thing You Do (1996). Kisah band yang menginspirasi one hit wonder, namun ternyata semua itu fiksi.
Banyak rumor yang mengatakan bahwa film terinspirasi dari perjalanan band Fleetwood Mac. Terutama dalam proses pembuatan album Rumours. Ada pula yang diambil dari kisah band Jefferson Airplane. Dari background itu, saya pikir film ini akan banyak menarik penonton yang lebih tua. Atau kalangan para pecinta musik saja.
DUA pemeran utama, Riley Keough (kiri) dan Sam Claflin sukses memandu jalannya Daisy Jones & The Six dengan chemistry mereka yang prima. -Amazon Prime via IMDb-
Secara keseluruhan, ini adalah miniseri yang sangat menyenangkan. Kita bisa mengikuti pasang surut supergrup era 70-an dan disintegrasi internal mereka di puncak ketenaran. Walaupun sebenarnya mereka mungkin bisa mencapai lebih banyak lagi. Tapi begitulah band.
Sebagai sebuah kisah inspiratif, kita akan tahu dari awal episode pertama, bahwa segala sesuatunya tidak akan berjalan baik. Seperti film-film biopik pada umumnya. Kita diajak berpetualang dan mengikuti mereka beradaptasi. Hingga, nantinya kita sampai pada titik yang menentukan. Yakni... yah.. intinya… kesuksesan.
BACA JUGA:J.K. Rowling Merestui Serial Harry Potter HBO, Ini Empat Permintaan Penggemar
BACA JUGA:Sinopsis Emergency : NYC, Kisah Menegangkan Tenaga Medis New York di Garda Depan
Miniseri ini berangkat dari dua plot utama. Pertama kisah Daisy Jones, dan satu plot lagi adalah perjalanan band The Six. Tapi bagi saya, yang menjadi sandaran kisah ini adalah pada kehidupan Daisy Jones dan Billy Dunne.
Saya sangat terpukau oleh penampilan Riley Keough. Dia berhasil menjelma menjadi karakter menarik Daisy Jones. Riley benar-benar bersinar sebagai Daisy. Dengan intensitas dan keragaman yang meningkat seiring berjalannya pertunjukan. Satu-satunya keluhan saya adalah tentang masa muda dia. Jika dibandingkan dengan perkembangan band, latar belakang Daisy kurang tereksplorasi.
Mungkin Neutstadter dan Webber berharap penonton melihat Daisy sebagai cewek yang terlahir berbakat menjadi musisi. Dengan bakatnya, saya tak terlalu melihat peran pentingnya. Sehingga pada dasarnya dia tidak melakukan apa-apa—selain drama pribadi dan keluarganya—hingga akhirnya dia bersatu dengan band. Tentu saja, persatuan itu ajaib. Saya berpikir bahwa Daisy seharusnya memiliki setidaknya beberapa kesuksesan kecil sebagai musisi sebelum masuk band.
Sub-plot perjalanan The Six menarik dan menghibur, meskipun tidak berkembang. Namun, mereka semua memiliki tujuan khusus menuju disintegrasi terakhir. Yang membuat saya sedikit terkejut. Ada twist yang mengejutkan, dan itu tidak seperti yang Anda pikirkan sejak awal.
Poin yang ingin saya sampaikan adalah, serial Daisy Jones & the Six ini lebih dari sekadar drama. Ini adalah kisah tentang waktu, musik, dan bagaimana musik dan terutama lagu-lagu dibuat dan dikemas dalam drama dan pengalaman di sekitarnya. Bukan hanya bersifat klinis.
Band-band brilian datang dan pergi dalam sekejap. Sementara beberapa bertahan selama beberapa dekade. Saya yakin, intinya adalah, untuk beberapa band magis yang berumur pendek ini, tersimpan begitu banyak hal yang menyebabkan perpecahan.
Pokoknya nasib band ini jelas tidak akan berakhir dengan baik. Ini bukan spoiler. Ending serial ini transparan dari detik pertama. Bahkan sudah terlihat dari trailer. Namun, bagian akhirnya memberikan beberapa kejutan dan keterkejutan yang emosional sekaligus memberi kita sesuatu untuk dipertahankan juga. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: