Menjaga Warisan Budaya Tak Benda
--
SEBUAH negara dikenal oleh negara lain biasanya karena keunggulan yang dimiliki. Contohnya, Jepang, Amerika Serikat, Jerman, dan Rusia dikenal karena penguasaan teknologi.
Lantas, apakah sesungguhnya yang kita banggakan sebagai keunggulan utama? Rasanya, melalui kebudayaan, Indonesia dikenal dunia.
Sesungguhnya kebudayaan itu karakteristik setiap bangsa. Namun, sejak lama para pujangga telah menyadari tentang kebinekaan ”Bhinneka Tunggal Ika”. Acuan kebinekaan itu jelas pada budaya yang mencirikan perbedaan masyarakat atau suku bangsa di Indonesia.
Dari sekian banyak perbedaan itu, mungkinkah nanti melebur menjadi sama sehingga karakterisitik unik dari setiap suku bangsa sedikit demi sedikit akan samar-samar dan hilang. Jika itu terjadi demikian massif dalam praktik dan tindakan budaya, terputuslah perjalanan ini dengan masa lampau yang artinya telah kecelakaan sejarah yang mungkin akan terjadi beruntun.
Tanda-tanda itu sudah tampak. Satu contoh adalah aksara Nusantara, yaitu karya budaya berbagai suku bangsa. aksara Nusantara sebagai warisan budaya tak benda itu terasa nyaris akan punah.
Apakah kondisi tersebut terajadi karena tidak menjadi bagian kehidupan sehari-hari, ketinggalan zaman, tidak sesuai dengan masa kini, adanya anggapan kuno yang menyebabkan aksara Nusantara akan nyaris punah.
Percepatan teknologi dengan berbagai variannya menciptakan globalisasi budaya yang sering menjadi sorotan sebagai faktor yang menyamarkan keunikan budaya. Faktor tersebut merupakan keniscayaan sehingga pokok persoalannya adalah ketidakmampuan pemilik budaya menguasai dengan baik peranti budaya tertentu dan banyak individu yang tidak mampu menggunakannya sebagai atribut sosial. Identitas budaya lokal akan terus tergerus jika peranti budaya spesifik tidak segera menjadi fokus perhatian.
Budaya bersifat dinamis berkesinambungan. Artinya, bukan meniadakan warisan budaya yang sebelumnya telah menjadi bagian kehidupan sehari-hari masyarakat diganti dengan budaya baru yang sesuai zaman.
Justru, kesinambungan budaya menegaskan otentitas budaya lokal yang mencerna modernitas (atau baca: unsur baru budaya lain), bukan modernitas yang mencerna otentitas budaya lokal. Kemampuan budaya lokal menyelaraskan dengan perubahan tanpa menyamarkan jati diri budaya merupakan indikasi keunggulan budaya bangsa.
Contoh untuk konteks itu adalah masuknya agama Islam di Jawa yang kitabnya dalam bahasa Arab dimodifikasi oleh cendekia Jawa (ulama-ulama Jawa) sehingga menciptakan pegon Jawa, huruf atau aksaranya Arab yang ditambahkan simbol-simbol khusus untuk diselaraskan dengan tuturan bahasa Jawa.
Demikian juga dengan pengajaran Islam di masyarakat Sunda, Madura, dan Melayu, tercipta pegon Sunda, Madura, Melayu, dan mungkin pegon-pegon lain di Nusantara.
Perpaduan itulah yang menjadi aspek akulturasi budaya yang menyebabkan ajaran Islam menyatu dengan tradisi lokal. Modifikasi budaya menghadirikan kekayaan budaya Nusantara.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: