Tefa (Teaching Factory) Sarana Utama Pendidikan Vokasi
TEFA dalam bentuk pengobatan tradisional sudah dipraktikkan di Rumah Sakit Pendidikan Universitas Airlangga. -Humas Fakultas Vokasi Unair untuk Harian Disway-
Ketiga, proyek kolaboratif yang melibatkan mahasiswa. Proyek tersebut menjadi core dari tefa karena mahasiswa memiliki andil dalam menjalankan proyek meski jangka waktu yang diberikan relatif pendek. Melalui proyek kolaboratif, mahasiswa diberi ruang untuk menyumbangkan ide, gagasan, pendapat, dan keterampilan yang dibutuhkan perusahaan.
Dari situ mahasiswa memiliki pengalaman praktis yang menjadi bekal berharga dan sangat relevan dengan dunia kerja nanti. Selama mengikuti proyek kolaboratif, intuisi mahasiswa untuk memecahkan masalah, mengasah kreativitas, dan menjalin komunikasi yang efektif bisa terbentuk.
Ketika tiga elemen tersebut saling terintegrasi, bukan tidak mungkin tefa bisa menjadi pendekatan pembelajaran yang paling ”mutakhir” dan relevan dengan kebutuhan lulusan perguruan tinggi. Kendati demikian, jauh sebelum tefa digembar-gemborkan oleh Kemendikbudristek RI pada jenjang perguruan tinggi, pendidikan vokasi telah lebih dulu menerapkan pendekatan tersebut.
Sebagaimana diketahui, sejak dulu memang pendidikan vokasi didesain untuk memberikan ruang bagi peserta didik/mahasiswa untuk lebih banyak menjalani praktik di luar daripada di dalam kelas. Tefa sudah menjadi sarana utama pendidikan vokasi dari dulu hingga kini.
Pendidikan Vokasi Lebih Dulu Terapkan Tefa
Secara tidak disadari, sebetulnya Tefa telah lebih dulu diterapkan pada program pendidikan vokasi. Pada ranah pendidikan tinggi, program pendidikan vokasi memberikan 60 persen praktik bagi para mahasiswa dan sisanya (40 persen) untuk pembekalan teori. Artinya, selama ini vokasi telah lebih dulu menerapkan tefa melalui berbagai media pembelajaran.
Ada yang melalui magang, praktik kuliah lapangan, dan program magang yang belakangan ini santer diselenggarakan, yaitu project based learning (PBL). Pendidikan vokasi memang lebih dulu mencetak lulusan yang siap kerja dengan bekal technical skill dan soft skill.
Adapun penerapan tefa sudah dilakukan oleh Program Studi Pengobatan Tradisional (Battra) Fakultas Vokasi Universitas Airlangga. Sejak diresmikannya Poli Pengobatan Tradisional pada 30 Oktober 2015 di Rumah Sakit Pendidikan Unair, dosen dan mahasiswa prodi battra memiliki ruang inkubator untuk mengembangkan keilmuannya dalam bidang pengobatan tradisional.
Selain itu, poli battra di RS Pendidikan Unair berfungsi secara pragmatis sebagai ruang pelayanan masyarakat. Ringkasnya, ada multiplier effect di balik pendekatan tefa yang diterapkan pendidikan vokasi. Tidak hanya berfungsi sebagai aktualisasi keilmuan, tetapi juga menjadi ruang untuk mengabdi kepada masyarakat. (*)
*) Anwar Ma’ruf, dekan Fakultas Vokasi Universitas Airlangga
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: