Rebranding NU

Rebranding NU

Ilustrasi gedung PBNU.--

DATANGLAH ke kantor PBNU di Jalan Kramat Raya, Jakarta, atau kantor PCNU di Bubutan, Surabaya, sekarang. Ada yang berubah di dua kantor ormas Islam terbesar di Indonesia itu. Tampilannya menjadi makin terbuka dan bersih sejak hadirnya kepemimpinan baru. 

Di kantor PBNU, perubahan itu bisa dilihat mulai dari lobi. ”Seperti masuk lobi hotel,” kata seseorang yang pernah datang ke PBNU belakangan ini. Selain desain interiornya baru, ada sofa untuk para tamu. Dindingnya serbaputih. Lebih cerah dan tidak kusam seperti selama ini. 

Suasana terbuka dan desain minimalis juga terasa di tempat Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf berkantor. Yang dulu sekat-sekat tembok, kini dibikin terbuka dengan hanya sekat kaca yang terang. Antara satu ruangan dan ruangan lain tembus pandang.

Itu sudah seperti kantor korporasi modern yang menganut sistem terbuka dan transparan. Meski, yang berkantor di sana masih banyak yang mengenakan peci hitam, sarung, dan sandal. Suasana telah berubah dan karakter kepemimpinan baru di NU juga terasa berubah.

BACA JUGA:Mohammad Nuh dan Cerita di Balik Sukses Muktamar ke-34 Nahdlatul Ulama

BACA JUGA:PBNU dan Wajah Baru Santri

Rupanya perubahan yang terjadi di kantor PBNU diikuti PCNU Surabaya. Pelaksana tugas atau karteker Ketua PCNU Umarsyah juga ingin melakukan perubahan di lingkungan kepengurusan NU yang dipimpinnya. Ia langsung merenovasi interior gedung PCNU yang bersejarah itu.

”Kami tidak mengubah struktur dan bentuk bangunan karena ini termasuk cagar budaya. Kami hanya memperbaiki interior dan meubelair-nya. Biar lebih terlihat bersih dan layak untuk menerima tamu-tamu,” tutur Umarsyah yang juga salah seorang ketua PBNU tersebut. 

Tak hanya itu. Ia juga berusaha mengubah mindset para pengurus untuk lebih progresif dalam menggerakkan organisasi. Selain melakukan konsolidasi, ia menggerakkan ”motor” organisasi melalui Lazisnu. Ia rekrut tim profesional secara terbuka untuk membesarkan lembaga amil zakat dan infaknya. 

Saya sempat dipertemukan dengan tim baru dari kalangan profesional yang akan manjalankan Lazisnu dengan target yang sangat besar. Sebuah target yang selama ini dianggap sebagai mimpi yang tak mungkin tercapai bagi mereka yang tak memahami potensi kota. Padahal, itu mimpi yang biasa di kota sebesar Surabaya.

Dalam sebuah pembicaraan di PBNU pekan lalu, Umar menyampaikan kepada Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf akan keinginannya untuk menjadikan PCNU Surabaya sebagai portofolio alias percontohan NU metropolis. ”Good…good…,” sambut Gus Yahya –demikian ketum PBNU biasa dipanggil– secara spontan.

PCNU Surabaya memang sangat strategis sebagai percontohan. Sebab, NU yang kini diperkirakan memiliki lebih dari 140 juta anggota itu didirikan di kota itu. Kantor cabang yang berdiri di kawasan Bubutan, Surabaya, adalah tonggak sejarah tempat NU didirikan sebagai organisasi kali pertama.

Seharusnya, Surabaya menjadi ibu kota kepemimpinan NU. Baik secara historis maupun gerakan-gerakannya. PCNU Surabaya sudah selayaknya menjadi model bagi kepemimpinan sekaligus gerakan ormas Islam yang berkembang besar melalui pesantren itu. Ketika NU berkembang seperti sekarang, NU Surabaya harus menjadi best practices bagi PCNU lainnya.

Langkah-langkah rebranding di tahun pertama perjalanan abad kedua NU menjadi sangat bermakna. Rebranding fisik untuk memulai kepemimpinan NU dalam membangun peradaban dunia yang berdasarkan pada nilai-nilai agama. Spirit baru yang digaungkan dan digerakkan Yahya Staquf dengan kerja keras.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: