Persebaran Dokter Belum Merata (2) : Terkendala Biaya dan Demografi

Persebaran Dokter Belum Merata (2) : Terkendala Biaya dan Demografi

Mahasiswa kedokteran Universitas Airlangga berdiskusi di depan kampusnya.-Arya Pamungkas-Harian Disway-

Darurat dokter di Indonesia ini menjadi persoalan yang serius. Jumlah dokter yang ideal diprediksi terpenuhi pada 2033. Ini sempat dibahas dalam rapat kerja Komisi X DPR RI pada awal tahun lalu. 

 

INDONESIA masih kekurangan 130 ribu dokter. Untuk memenuhi standar WHO, diperkirakan butuh waktu 10 tahun lagi. Sebab, jumlah lulusan dokter hanya mencapai 12 ribu per tahun.

 

Pemerintah tengah mengupayakan percepatan pemenuhan kebutuhan dokter itu. Salah satunya, dengan menambah kuota beasiswa. Terutama bagi pendidikan dokter spesialis.

 

Penambahan kuotanya pun melejit. Bahkan lebih dari dua kali lipat. Yang sebelumnya hanya 600 kuota menjadi 1.600 untuk tahun ini. Beasiswa itu merupakan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).

 

"Karena salah satu kendala studi kedokteran memang soal biaya yang masih tinggi," ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda saat dihubungi, Selasa, 12 Juni 2023. Dengan adanya beasiswa penuh dari LPDP, tentu akan meningkatkan minat lulusan SMA untuk mengambil studi kedokteran. Dan dari situlah ada harapan yang lebih besar untuk memenuhi kebutuhan.

 

BACA JUGA : Persebaran Dokter Belum Merata (1): Jatim Butuh 17 Ribu Dokter

BACA JUGA : Urgensi Dokter Spesialis Kelautan Berbasis Kompetensi dan Kemanusiaan

 

Namun, perkiraan waktu pemenuhan 10 tahun itu bisa saja meleset. Sebab, pertumbuhan jumlah penduduk Indonesia juga harus diperhatikan. Apalagi rata-rata angkanya mencapai 0,7 persen per tahun.

 

Sebetulnya, kata Huda, pemerintah sudah menyiapkan metode percepatan lain melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kesehatan dan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi. Yakni kuota penerimaan mahasiswa baru kedokteran bisa ditambah 20 persen untuk Fakultas Kedokteran yang terakreditasi A/Unggul.

 

“Tapi, penambahan kuota ini tidak akan berdampak besar jika tidak ada intervensi pemerintah," jelas politikus PKB itu. Lebih tepatnya, kuota beasiswa juga harus disediakan secara berimbang. Tentu dengan tetap memperhatikan kompetensi calon mahasiswa baru.

 


Aksi sosial berupa pemeriksaan kesehatan gratis oleh dokter-dokter Universitas Airlangga.-Boy Slamet-Harian Disway-

 

Hingga kini, rasio pemenuhan kebutuhan dokter di Indonesia masih mencapai 0,47 per 1.000 penduduk. Artinya satu dokter bisa melayani lebih dari 2 ribu pasien. Tentu, angka yang jauh dari ideal.

 

"Tapi, tidak semua negara di Asia bisa penuhi standar WHO," ujar Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) Prof Budi Santoso. Rasio Thailand, misalnya, masih di angka 0,7 per 1.000 penduduk. Juga Filipina di angka 0,5 per 1.000 penduduk.

 

Meski, ada juga negara yang sudah memenuhi standar WHO. Terutama negara-negara yang jumlah penduduknya relatif sedikit. Yakni seperti Malaysia dan Singapura.

 

"Jadi ini dipengaruhi oleh keadaan demografi masing-masing negara," ungkap Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu saat ditemui di kantornya, kemarin. Indonesia jelas punya kesulitan yang levelnya berbeda. Mengingat terdiri dari 17 ribu pulau-pulau.

 

Tentu saja, tambah Prof Budi, butuh mekanisme khusus. Apalagi pendistribusian dokter masih menjadi persoalan. Banyak dokter muda yang lari ke kota-kota besar. Dan cenderung enggan memilih daerah.

 

Kenapa demikian? Faktornya cukup banyak. Salah satunya karena jenjang karir. Dulu era 1980-an, para dokter muda bisa langsung diangkat menjadi pegawai negeri sipil (PNS). Tetapi harus ikut program wajib kerja sarjana (WKS) di daerah-daerah, bahkan yang terpelosok.

 

Masa WKS itu pun tak singkat. Bisa bertahun-tahun. Dengan begitu, distribusi dokter relatif merata. Pun di era 1990-an, jenjang karir dokter masih terjamin. "Meski tidak lagi PNS, tapi PTT alias pegawai tidak tetap, dan disebar ke daerah-daerah," katanya.

 

Namun, sistem berubah sejak era 2000 hingga sekarang. Tidak ada lagi program PTT. Maka dokter muda banyak yang menumpuk di kota-kota besar. (Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: