Persebaran Dokter Belum Merata (3) : Dokter Baru Harus ke Daerah

Persebaran Dokter Belum Merata (3) : Dokter Baru Harus ke Daerah

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Prof Budi Santoso (kanan) berbicara dalam sebuah acara.-Boy Slamet-Harian Disway-

Para dokter masih cenderung memilih kota-kota besar. Mereka enggan bertugas ke daerah-daerah. Termasuk kembali ke daerah asalnya. 

 

PENYEBABNYA cukup kompleks. Tetapi, umumnya sama seperti alasan para migran. Mereka meninggalkan kampung menuju kota untuk mendapat pundi-pundi rupiah yang lebih mudah. Ujungnya demi hidup yang layak dan masa depan yang lebih pasti. Apalagi biaya pendidikan menempuh sarjana kedokteran pun tak murah. Bisa tembus ratusan juta.

 

"Istilahnya ya ingin balik modal," ungkap Ketua Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jawa Timur Hendro Soelistijono. Keinginan itu memang tak terhindarkan. Sebab, mereka juga membayar kuliah secara mandiri.

 

Maka, kata Hendro, lebih baik ada mekanisme bantuan pendidikan. Bisa dirancang dengan melibatkan setiap pemerintah daerah. Yakni mengalokasikan beasiswa kedokteran pada APBD.

 

Tentu dengan persyaratan yang ketat. Tak hanya soal seleksinya. Tetapi, juga memberi ikatan kerja setelah lulus kelak. "Agar mereka kembali ke daerah lagi. Saya rasa bisa jadi solusi persoalan yang cukup mengakar ini," tandasnya.

 

BACA JUGA : Persebaran Dokter Belum Merata (2) : Terkendala Biaya dan Demografi

BACA JUGA : Persebaran Dokter Belum Merata (1): Jatim Butuh 17 Ribu Dokter

 

Ketua Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) pun menyatakan hal yang sama. Menambah jumlah dokter harus selalu dikaitkan dengan distribusi. Keduanya tidak boleh dipisah.

 

Jika tidak, maka dikhawatirkan tak menyelesaikan masalah. Justru malah menambah masalah baru. Yakni akan lebih banyak lagi jumlah dokter yang menumpuk di kota. Yang jadi korban jelas daerah.

 

Saat ini saja, kata Prof Budi, setidaknya ada 4 ribu puskesmas yang tak punya dokter. Risikonya, penanganan penyakit pasien di daerah tidak bisa semaksimal di kota. Atau bisa dibilang bahwa masih banyak layanan kesehatan yang belum layak di daerah. Padahal, 92 fakultas kedokteran yang ada bisa mencetak 12 ribu dokter. Harusnya bisa mengisi kekosongan di seluruh puskesmas.

 

"Tapi, nyatanya kan tidak. Berarti ini memang masalah distribusi," terang Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga itu. Hal inilah yang membedakan Indonesia dengan negara-negara yang kebutuhan dokternya sudah memenuhi standar WHO. Ada perhitungan panjang hingga puluhan tahun ke depan.

 


Pelantikan dokter periode II tahun 2023 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga yang digelar Rabu, 10 Mei 2023. Pesertanya adalah 186 dokter baru.-Boy Slamet-Harian Disway-

 

Di Singapura, misalnya, pemerintah menggunakan mekanisme gas dan rem. Melihat jumlah kebutuhan dokter 5 tahun mendatang. Setelah itu, baru kuotanya dibagi ke setiap fakultas kedokteran.

 

Indonesia bisa meniru mekanisme tersebut. Jelas, saat ini sudah waktunya menginjak gas. Fokus memperbanyak jumlah dokter hingga memenuhi standar WHO. "Yang jelas, harus hati-hati. Perhitungannya harus tepat," ungkapnya. 

 

Kini, AIPKI tengah mengajukan konsep untuk pendistribusian dokter yang lebih merata. Yakni melalui Academic Health System (AHS). "Kami sudah membaginya ke enam wilayah," tandas Prof Budi. 

 

Wilayah I meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, dan Bengkulu. Wilayah II meliputi Sumatera Selatan, Bandung, dan Jawa Barat. Wilayah III meliputi DKI Jakarta dan Papua. Wilayah IV meliputi Yogyakarta, Solo, Semarang, dan Kalimantan. Wilayah V meliputi Sulawesi dan Maluku. Wilayah VI meliputi Jawa Timur, Bali, NTB, dan NTT.

 

Pemda di enam wilayah itu akan bekerja sama dengan seluruh fakultas kedokteran. Yakni untuk mencetak dokter lalu disebar berdasar wilayah masing-masing. Termasuk kalau di satu daerah kekurangan dokter, maka akan diambilkan dari daerah yang satu wilayah.

 

"Pun kalau di satu wilayah kekurangan FK, nanti akan didirikan yang baru," tandas Prof Budi. Metode yang sama juga diterapkan untuk pemenuhan dokter spesialis. Antar daerah dalam satu wilayah akan saling mengisi.

 

Setidaknya, AHS bakal diberlakukan dalam waktu dekat. Paling lambat tahun depan. Sembari menunggu 10 tahun pemenuhan dokter sesuai standar WHO. "Dari situ tentu dinas kesehatan hingga pemprov akan terlibat. Merekalah yang akan mendistribusikan. Karena ini memang tugas kita semua," ungkapnya. (Mohamad Nur Khotib)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: