JIS, Al-Zaytun, dan Korupsi BTS
Ilustrasi JIS--
PERDEBATAN mengenai Jakarta International Stadium (JIS) sebagai salah satu tempat pertandingan Kejuaraan Sepak Bola Piala Dunia U-17 berlangsung selama lebih dari seminggu. Itu menjadi trending topic tiap hari. Perdebatan mengenai kelayakan JIS seolah tidak ada habisnya. Mulai menteri sampai orang di pinggir jalan terlibat dalam perdebatan tersebut.
Inilah uniknya sepak bola Indonesia. Berita mengenai prestasi tim nasional kalah heboh oleh berita mengenai kaitan sepak bola dan politik. Indonesia batal menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 Mei lalu gegara isu politik yang berhubungan dengan penolakan kehadiran timnas Israel. Sekarang, ketika Indonesia diberi kompensasi untuk menjadi tuan rumah Piala Dunia U-17, isu politik muncul lagi.
Bagi Indonesia, Piala Dunia di semua level usia adalah kesempatan sekali seumur hidup yang sulit untuk terulang. Akan amat sangat sulit bagi Indonesia untuk lolos ke Piala Dunia melalui jalan kualifikasi. Satu-satunya yang bisa ditempuh adalah jalan pintas dengan menjadi tuan rumah, yang secara otomatis akan ikut dalam pertandingan. Itulah yang dilakukan Indonesia sekarang ini.
Seharusnya fokus publik tertuju pada kesiapan dan persiapan timnas Indonesia U-17 yang akan mewakili bangsa di kancah yang langka itu. Seharusnya publik tahu seberapa jauh persiapan timnas dan kira-kira targetnya apa, sekadar menumpang lewat atau bisa lolos penyisihan grup. Pemain-pemain yang dipersiapkan siapa saja. Indonesia akan memakai pemain-pemain produk lokal atau akan memakai pemain-pemain blasteran alias naturalisasi.
Setidaknya ada tiga menteri yang terlibat dalam pusaran perdebatan itu. Yakni, Erick Thohir, menteri BUMN yang merangkap ketua PSSI (Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia); Dito Ariotedjo, menteri pemuda dan olahraga; serta Basuki Hadimuljono, menteri PUPR (Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat). Ketiganya –atas petunjuk Presiden Jokowi– akan merenovasi JIS karena beberapa fasilitasnya dianggap tidak layak dan tidak sesuai dengan standar FIFA.
Perdebatan itu menyedot energi nasional. Pro dan kontra tidak ada habisnya. Perdebatan yang seharusnya bersifat teknis berkembang menjadi perdebatan politik. Bahkan, perdebatan politik lebih mendominasi ketimbang perdebatan teknis. Pendukung Anies Baswedan tegas menyatakan bahwa ada upaya menggergaji legasi Anies dengan mendiskreditkan JIS.
Selain JIS, kontroversi heboh juga terjadi dalam kasus Pesantren Al-Zaytun. Kasus lawas itu mendadak viral lagi dan memantik perdebatan nasional yang panjang dan berlarut-larut. Banyak pihak yang menuding Al-Zaytun menganut dan menyebarkan ajaran sesat. Sudah ada yang melaporkannya ke Bareskrim. Panji Gumilang, pemimpin dan pendiri Al-Zaytun, pun sudah diperiksa.
Yang bikin heboh adalah informasi yang menyebutkan ada petinggi negara yang menjadi beking Al-Zaytun. Nama yang santer disebut adalah Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. Nama lain yang santer disebut adalah A.M. Hendropiyono, mantan kepala BIN (Badan Intelijen Negara) yang sudah lama pensiun tapi masih aktif berpolitik.
Moeldoko berang karena tudingan itu. Dengan lugas, ia mengatakan bahwa jika Panji Gumilang bertindak macam-macam, dirinya yang menjadi orang pertama yang membereskan. Kendati demikian, Moeldoko mengingatkan bahwa ada puluhan ribu santri yang belajar di Al-Zaytun. Jangan sampai satu orang berbuat salah, seluruh institusi dihancurkan.
Namun, penegasan Moeldoko seperti dimentahkan sendiri oleh Tenaga Ahli Utama KSP Ali Mochtar Ngabalin. Ia dengan tegas membela Al-Zaytun dari tuduhan menyebarkan ajaran menyimpang. Ngabalin memastikan, tidak ada ajaran-ajaran sesat di pondok pesantren itu. Ia menyebut Panji Gumilang adalah sosok cerdas, keturunan kader Masyumi, dan anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI).
Bukannya membuat perdebatan mereda, pernyataan Ngabalin justru kian membikin panas situasi. Sikap Ngabalin yang pasang badan terhadap Al-Zaytun memanaskan tudingan bahwa ada kekuatan besar yang berada di balik Al-Zaytun sehingga Panji Gumilang terkesan sakti.
Heboh JIS dan Al-Zaytun menenggelamkan berita kasus korupsi BTS (base transceiver station) yang melibatkan Johnny Gerard Plate sebagai menteri Kominfo. Pengadilan korupsi senilai Rp 8 triliun itu memasuki tahap eksepsi. Johnny G. Plate pun membantah telah melakukan korupsi. Plate malah menegaskan bahwa proyek BTS merupakan realisasi dari instruksi Presiden Jokowi.
Plate membeberkan bukti-bukti mengenai instruksi Presiden Jokowi itu. Ia tidak berbicara lebih jauh, tetapi secara implisit ia mengatakan bahwa Presiden Jokowi ikut cawe-cawe dalam proyek itu dengan perannya sebagai inisiator.
Johnny dianggap melempar bola panas ke arah Presiden Jokowi. Belum ada suara yang mendesak Jokowi dihadirkan sebagai saksi di persidangan. Namun, dengan melempar bola panas itu, Plate mau membagi tanggung jawab kepada Jokowi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: