Menpora dan Markus Kakap

Menpora dan Markus Kakap

Ilustrasi makelar kasus (markus)-Ilustrasi: Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

TIDAK ada yang salah dengan pekerjaan sebagai makelar. Di dunia perdagangan di berbagai level sering ada peran seorang perantara yang disebut sebagai makelar. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makelar adalah perantara perdagangan antara penjual dan pembeli, yaitu orang yang menjualkan barang atau mencarikan pembeli untuk orang lain untuk mendapatkan upah atau komisi atas jasanya.

Dalam bahasa Inggris, pekerjaan makelar disebut sebagai broker. Bahasa Indonesia menyebutnya pialangpialang atau broker adalah istilah yang berkaitan dengan dunia investasi. pialang adalah pihak yang menjembatani investor dengan pasar modal. Sebenarnya pialang sama saja dengan makelar. Tapi, karena berhubungan dengan investasi, sebutan pialang terdengar lebih keren ketimbang makelar.

BACA JUGA:JIS, Al-Zaytun, dan Korupsi BTS

Tidak ada yang salah dengan pekerjaan makelar. Pekerjaan itu halal karena mengandalkan jasa untuk membantu orang melakukan transaksi. Pekerjaan tersebut menjadi salah kalau objek jual belinya adalah putusan hukum. Makelar yang kerjanya jual beli putusan hukum disebut sebagai makelar kasus dan disingkat dengan akronim ”markus”.

Kasihan saudara-saudara kristiani. Markus adalah satu di antara empat Injil dalam Alkitab (Bibble) yang dipercaya umat kristiani, yaitu Matius, Markus, Lukas, dan Yohanes. Namun, dalam khazanah bahasa Indonesia, kata ”markus” sudah mengalami degradasi sehingga mempunyai konotasi negatif. Seperti lagu Bon Jovi, You Give Love a Bad Name, para makelar kasus itu berdosa karena memberikan nama buruk kepada Injil Matius.

BACA JUGA:Johnny Plate Diduga Terima Rp 17 Miliar

BACA JUGA:Menkominfo Johnny G. Plate Tersangka Korupsi BTS, Kerugian Negara Capai Rp 8,32 Triliun

Beberapa waktu terakhir ini makelar kasus kembali bergentayangan, seiring dengan munculnya kasus korupsi BTS Rp 8 triliun yang melibatkan Johnny G. Plate ketika menjadi menteri komunikasi dan informatika. Sudah ada tersangka yang ditangkap, termasuk Plate sendiri. Namun, masih banyak orang yang diduga menerima aliran dana, tetapi belum ditetapkan sebagai tersangka.

Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menyebutkan, ada empat kluster penerima uang korupsi BTS. MAKI menyebutnya sebagai kluster, tetapi lebih tepat disebut sebagai gerombolan. Mereka adalah gerombolan menteri dan pejabat negara pemakan uang korupsi, gerombolan pengusaha penyuap, gerombolan pejabat negara yang menerima suap untuk tutup mulut dan mata, serta gerombolan makelar kasus.

Konstruksi hukum kasus korupsi BTS sudah tuntas meski belum semua pihak yang diduga menerima aliran dijadikan tersangka dan ditangkap. Ada nama-nama besar yang mungkin terlibat. Salah satunya ialah Happy Hapsoro, suami Puan Maharani, ketua DPR RI. 

Ternyata, di samping kasus bancakan uang haram Rp 8 triliun, masih ada uang najis yang beredar sebesar Rp 243 miliar. Uang segede itu diduga beredar untuk menutup mulut dan mata pihak yang mempunyai otoritas terhadap pengawasan dan penindakan kasus korupsi tersebut.

Menurut Juru Bicara Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Irma Hutabarat, uang ratusan miliar itu menjadi upeti yang diduga mengalir ke Komisi I DPR, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), dan kejaksaan. Uang itu juga diduga mengalir kepada Dito Ariotedjo yang sekarang menjadi menteri pemuda dan olahraga. 

Nilai yang diduga diterima Dito sebesar Rp 27 miliar. Sebuah jumlah yang fantastis untuk ukuran umum. Ada lagi uang Rp 70 miliar yang diduga mengalir kepada anggota DPR. Puluhan miliar lainnya kepada BPK dan kejaksaan. Sempurnalah sudah kehancuran hukum di negeri kita ini. 

DPR dan BPK yang seharusnya menjadi pengawas ternyata menjadi kambing pemakan pagar. Kejaksaan yang menjadi penegak hukum tega mengembat uang untuk tutup perkara. Ibarat membersihkan lantai dengan menggunakan sapu dan pel yang sudah berlepotan dengan air comberan, begitulah wajah pemberantasan korupsi di Indonesia.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: