Korupsi di Basarnas, kok Bisa OTT?
Pihak KPK telah menetapkan Henri Alfiandi yang merupakan Kepala Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan sebagai tersangka kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa.-Facebook-
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan pokok perkara. Yakni, parkara itu terkait pengadaan barang dan jasa di Basarnas. Total nilai korupsi yang disangkakan kepada Kabasarnas dan Koorsmin Kabasarnas sejak 2021 sampai 2023 senilai Rp 88,3 miliar.
Dugaan korupsi, antara lain, berupa suap terkait pengadaan alat pendeteksi korban reruntuhan bencana. Proyek tersebut senilai Rp 9,9 miliar dengan sumber dana APBN.
Alexander Marwata menjelaskan, dugaan korupsi itu berupa pengondisian pemenang tender. Pejabat Basarnas mengondisikan agar proyek-proyek itu dimenangkan perusahaan-perusahaan yang memberikan fee (suap) kepada pihak pejabat Basarnas sebesar 10 persen.
Sama dengan umumnya korupsi sejenis, tender diatur sedemikian rupa. Sebelum pelaksanaan tender, sudah disepakati besaran fee (suap) antara pihak peserta tender dan Basarnas.
Setelah tender dimenangkan perusahaan yang sudah berkomitmen memberikan suap, barulah suap dibayarkan. Antara lain, uang yang disita aparat KPK saat OTT di restoran soto.
Presiden |Joko Widodo sudah menyindir perkara itu dalam YouTube Sekretariat Presiden. Meski, Jokowi tidak secara langsung menyebut korupsi di Basarnas.
Dikatakan, perlu perbaikan sistem terus-menerus di semua kementerian dan lembaga negara. Untuk menghindari korupsi. Contohnya, e-katalog. Sekarang sudah ada lebih dari 4 juta produk, yang sebelumnya cuma 40 ribu.
Jokowi: ”Kalau ada yang melompati sistem, lalu mengambil sesuatu dari situ, lalu kena OTT KPK, ya... hormati proses hukum yang ada.”
Menko Polhukam Mahfud MD kepada pers, Kamis, 27 Juli 2023, mengomentari langsung perkara dugaan korupsi di Basarnas.
”Bagus, KPK bisa mencermati itu. Bahwa semua yang melanggar aturan dan merugikan keuangan negara itu korupsi. Tentu ada jumlah, (untuk masuk kategori menimbulkan kerugian negara) jumlahnya minimal Rp 1 miliar dari yang didugakan. Tapi, kalau sifatnya penyuapan, gratifikasi, tidak harus sampai Rp 1 miliar sudah dianggap korupsi,” ujar Mahfud.
Korupsi di Indonesia seperti tak ada habisnya. Koruptor tidak pernah takut korupsi. Meski sudah sangat banyak contoh koruptor ditangkap dan dipenjara. Mengapa begitu?
J.D. Collins, K. Uhlenbruck, dan P. Rodriguez dalam karya mereka berjudul Why Firms Engage in Corruption: A Top Management Perspective (2009) menyatakan, menyelidiki kasus korupsi sulit. Menyelidiki motif orang melakukan korupsi lebih sulit lagi.
Umumnya, orang menyimpulkan secara sederhana, motif korupsi akibat keserakahan pelaku korupsi atau keluarga pelaku korupsi.
Karya tiga pakar korupsi tersebut menyebutkan tiga isu utama. Yaitu, korupsi sulit didefinisikan, sulit diamati, dan sulit untuk diukur.
Dengan simpulan begitu, bisa dikatakan pekerjaan aparat KPK sangat sulit. Mereka berjuang dalam tugas mulia mencegah dan memberantas korupsi. Sebab, korupsi menghancurkan negara, membuat rakyat tetap miskin seperti kondisi Indonesia sekarang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: