Alumni Migunani
KELUARGA Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) Jawa Timur kembali kumpul-kumpul setelah empat tahun vakum. Acara temu kangen itu diadakan sekaligus untuk memperingati Hari Kemerdekaan RI. Mereka pun menggagas ide menjaga ketahanan pangan nasional. -ARIF AFANDI UNTUK HARIAN DISWAY-
”Bahkan, di Pemprov Jatim dulu itu antara rapat Kagama dan rapat pemerintahan tipis. Sering kali rapat Kagama di kantor pemprov,” ungkap sesepuh Kagama yang hadir.
Di perguruan tinggi juga demikian. Generasi pertama dosen di FISIP Unair, misalnya, hampir semuanya adalah lulusan Fisipol UGM. Banyak fakultas dan jurusan PT negeri di Jatim yang dipenuhi para dosen anggota Kagama.
Tapi, itu dulu. Ketika perguruan tinggi di Surabaya dan sekitarnya belum semaju sekarang. Di saat para alumnus perguruan tinggi setempat belum begitu banyak dan layak menempati posisi strategis di pemerintahan daerah.
Kini, ITS, Unair, dan Universitas Brawijaya telah melahirkan puluhan ribu sarjana. Mereka juga para anak bangsa yang layak menempati posisi strategis di daerahnya. Sejak saat itu, dominasi Kagama di pemerintahan daerah menjadi berkurang.
Lantas, apa ladang migunani bagi Kagama Jatim? Tentu masih sangat banyak. Tidak hanya di pemerintahan daerah dan perguruan tinggi. Di semua lini kehidupan, di situlah alumni UGM bisa bergerak untuk bisa migunani.
Meski populasi anggota Kagama Jatim di pemerintahan berkurang, di sektor lain justru berkembang. Makin banyak pengusaha, profesional, dan pendidik di berbagai tempat. Lapis baru –terutama pengusaha– bermunculan dari alumnus UGM.
Seperti yang ikut kumpul-kumpul Kagama Jatim Pitulasan ini. Ada owner-nya Saraswati Group Hari Hardono, pengusaha transportasi laut Sulistiyo, dan beberapa dosen Unair dan Universitas Brawijaya (UB). Mereka telah berkontribusi besar di bidang ketahanan pangan.
Hari dan Sulies –demikian keduanya bisa dipanggil– sudah puluhan tahun bergerak di pupuk dan transportasi beku di laut. Mereka pun tahu seluk-beluk urusan ketahanan pangan dengan segala permasalahannya di negeri kita.
Ada juga Pipin Satria G.P. yang kini menjadi salah seorang petinggi di Ajinomoto, perusahaan Jepang yang pabriknya ada di Kabupaten Mojokerto. Sejumlah profesional muda juga hadir. Mereka bergerak di berbagai sektor. Di berbagai industri.
Dari diskusi sambil guyonan, lahirlah gagasan membangun ladang migunani yang baru. Apalagi, dalam obrolan itu ada Nur Hidayat, dosen Fakultas Pertanian UB yang juga ketua Pengcab Kagama Malang. Juga, para dosen lain seperti Suko Widodo dan Gitadi dari Unair.
Ketahanan pangan menjadi sesuatu yang masih lebih banyak menjadi jargon politik. Belum banyak menjadi kerja nyata. Padahal, masalah ketahanan pangan tidak hanya persoalan kita. Tapi, juga masalah global.
Dubes RI di Tokyo Heri Ahmadi bercerita, self sufficient food (ketahanan pangan) nasional Jepang saat ini hanya 37 persen. Selebihnya, mereka sangat bergantung pada negara lain dalam pemenuhan pangan untuk warganya.
Semua itu menjadi ruang besar untuk dimasuki. Artinya, jika bisa mentransformasikan petani kita menjadi petani modern, pasar hasil pertanian kita sangat luas. Sayangnya, yang dengan sungguh-sungguh menjadi penggerak untuk itu belum banyak.
Yang menggembirakan, mulai banyak generasi baru petani yang tak lagi bertani secara konvensional. Bahkan, mereka sudah menjadi pemasok andalan untuk komoditas ekspor pangan. Misalnya, budi daya melon di Binangun, kawasan Blitar Selatan. Juga, beberapa tempat yang sudah memulai.
Hal yang sama harus mulai digerakkan di komoditas bahan pokok. Ada banyak teknologi yang sudah bisa mendukung untuk peningkatan produktivitas hasil pertanian. Misalnya, pemupukan dengan memakai drone.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: