Jakarta WFH Lagi

Jakarta WFH Lagi

Ilustrasi di Jakarta WFH lagi setelah wabah pandemi Covid reda.-Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-

BACA JUGA:Polusi Udara di Kota-Kota Indonesia, Berbahaya Bagi Pengidap Asma dan PPOK

BACA JUGA:Agustusan Terakhir di Jakarta?

Namun, WFH khas untuk jenis pekerjaan tertentu. Tidak untuk semua jenis pekerjaan. Misalnya, polisi tidak mungkin WFH. Atau petugas lapangan di banyak bidang. Juga, pekerja produksi di pabrik.

WFH menguntungkan pemilik perusahaan dan karyawan. Itu sudah diuji secara cukup di zaman Covid, sesuai hasil riset lima peneliti di atas. 

Dengan WFH, perusahaan menekan biaya secara signifikan. Antara lain, kebutuhan kantor dan segala fasilitasnya. 

Juga, mengubah pola kerja harian menjadi on target. Sedangkan sebelumnya, karyawan bekerja berdasar waktu masuk kerja. Kalau belum selesai, pekerjaan dilanjutkan esoknya. Hasil pekerjaan tertunda sehari atau lebih. 

Juga, menghindari konflik antarkaryawan di kantor, yang tentunya tidak disukai manajemen perusahaan. Selain itu, mengurangi turnover karyawan. Sehingga harus mendidik pekerja baru.

Buat karyawan, selain menghemat biaya perjalanan dan mendapat fleksibilitas waktu kerja, WFH bisa mendekatkan diri dengan keluarga. Punya waktu lebih banyak untuk mengawasi dan mendidik anak-anak.

Juga, menghindari konflik teman kerja. Akibatnya, minim turnover pekerja.

Terakhir, pekerja punya kontrol lebih besar terhadap faktor lingkungan saat WFH. Faktor kualitas lingkungan dalam ruangan (isotopic equilibrator/IEQ). Misalnya, pencahayaan, suhu, kelembapan, kualitas udara, kebisingan, dan ergonomi ruang kerja di rumah. Itu penting untuk kesehatan fisik dan mental pekerja. 

Beda dengan di kantor konvensional, ruang kerja biasanya diatur pemberi kerja. Walaupun, umumnya kantor pusat perusahaan punya IEQ lebih baik daripada kantor cabang.

Selain menguntungkan, ada faktor negatif WFH. Di antaranya berikut ini.

Karyawan tidak punya kesempatan untuk bersosialisasi dengan rekan kerja. Itu menurunkan pergerakan fisik, seperti tidak bisa berjalan di antara lokasi pertemuan yang berbeda. 

Bagi individu yang tinggal sendiri, WFH penuh waktu tanpa interaksi tatap muka dan dukungan sosial setiap hari dapat berkontribusi pada masalah mental seperti isolasi sosial dan depresi.

Manusia memang unik. Kalau bertemu muka dengan sesama karyawan bisa menimbulkan konflik. Sebaliknya, kalau berjauhan, bisa kurang sosialisasi. Jadi, maunya berkumpul, tapi tidak berkonflik. Atau, berjauhan, tapi tidak kesepian. Dua hal yang kontradiktif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: