International Conference on Contemporary Social and Political Affairs (ICOSPA) Ke-9: Menyikapi Risiko Memasuki Era Post-human
PENULIS (empat dari kiri, depan) bersama para peserta dan pembicara utama ICOSPA Ke-9 2023 di Terengganu, Malaysia. Menyikapi risiko memasuki era post-humanAcara serupa dilaksanakan di Thailand tahun depan.-Humas Unair-
Yang terjadi di era sekarang, menurut Rahma, adalah controlled dividual. Yakni, masyarakat tanpa sadar dikendalikan oleh politik algoritma. Lebih dari sekadar didisiplinkan, di era pasca-penoptikon, yang terjadi adalah masyarakat tidak sekadar didisiplinkan, tetapi juga dikontrol.
Tanpa disadari, apa yang dilakukan masyarakat seolah diarahkan oleh kekuatan luar biasa di luar kepala mereka. Informasi yang disebarluaskan masyarakat kemudian berubah menjadi kekuatan luar biasa yang mampu mengarahkan perilaku masyarakat sesuai kepentingan kekuatan kapitalis dan kekuasaan yang mampu memanfaatkan big data.
Apa yang harus kita lakukan agar masyarakat tidak terperangkap masuk pada era post-human? Pertanyaan itulah yang menjadi salah satu isu penting dalam penyelenggaraan ICOSPA Ke-9 tahun ini di Terengganu, Malaysia.
Bisa dibayangkan, apa yang terjadi ketika hidup manusia ternyata tidak lagi otonom. Manusia yang sehari-hari hidupnya dikendalikan oleh teknologi informasi tak ubahnya seperti robot.
Dalam paparannya, Rahma memberikan contoh, apa yang terjadi dalam era post-human seperti yang digambarkan dalam film-film Hollywood seperti Terminator, I, Robot, atau Robocop.
Dalam film-film hasil imajinasi liar sutradara di Hollywood itu, digambarkan bagaimana kelangsungan kehidupan manusia justru terancam akibat teknologi ciptaannya sendiri yang kemudian berbalik arah. Meski tidak diekstrem seperti digambarkan dalam film Hollywood, apa yang tengah dialami manusia saat ini sesungguhnya sama, hanya dalam bentuk yang berbeda.
Kritis
ICOSPA Ke-10, menurut rencana, digelar bekerja sama dengan salah satu universitas di Thailand. Seperti penyelenggaraan ICOSPA tahun-tahun sebelumnya, tema yang diangkat merespons isu-isu sosial dan politik kekinian yang nanti muncul.
Disadari untuk memahami perkembangan perubahan sosial-politik yang terjadi di tingkat global, khususnya ASEAN, peran ilmu-ilmu sosial sangatlah penting. Kehadiran ilmu sosial dibutuhkan tidak hanya untuk mengurai satu per satu persoalan di balik fenomena sosial-politik yang muncul saat ini, tetapi juga sekaligus perlu menawarkan solusi apa yang sepatutnya dilakukan.
Ilmu sosial sebagai disiplin keilmuan yang selalu kritis tentu tidak sepatutnya hanya berdiam diri menyikapi perkembangan berbagai permasalahan sosial-politik di masyarakat. Berbeda dengan solusi pragmatis yang cenderung terkontaminasi kepentingan ekonomi dan kekuasaan, apa yang ditawarkan ilmu sosial niscaya terhindar dari bias kepentingan.
Karakter ideal ilmu sosial yang steril dari intervensi kekuasaan dan kepentingan ekonomi diharapkan dapat lebih empatif dan kontemplatif memahami isu-isu sosial-politik yang muncul. Penyelenggaraan konferensi seperti ICOSPA adalah bagian dari upaya untuk memberikan sumbangan pemikiran kritis dan kekinian yang dapat menjadi acuan bagi para perencana pembangunan dan elite untuk bertindak benar.
Basis dari perdebatan dan diskusi yang diselenggarakan ICOSPA adalah data. Diskusi dalam forum ilmiah bukanlah logika awam dan common sense. Seluruh perdebatan dibangun dan direkonstruksi dari data penelitian. Itulah yang menyebabkan konferensi tidak terjerumus dalam debat kusir yang berkepanjangan.
Dalam setiap konferensi, perdebatan selalu berjalan produktif dan objektif. Para peneliti yang terlibat dalam diskusi niscaya dengan kesadaran bahwa yang mereka lakukan adalah bagaimana mendiseminasikan hasil penelitian yang telah dilakukan, mencari masukan ilmiah dari peserta diskusi yang lain, untuk kemudian hasil akhirnya dapat dipublikasikan dalam jurnal-jurnal akademik yang bisa dibaca semua orang.
Selamat berjumpa kembali dalam konferensi ICOSPA ke-10 di Thailand tahun depan. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: