Pemotor Lawan Arah di Jalan Lenteng Agung, Jakarta, Sudah 36 Tahun
PEMOTOR lawan arah sudah 36 tahun.- Maulana Pamuji Gusti-Harian Disway-
Pemotor lawan arah terpaksa mengambil jalan makin mepet ke beton tutup selokan. Sebab, di jalan itu tidak ada trotoar. Juga, tidak ada jalur hijau taman. Seandainya pemotor naik ke beton penutup selokan, bisa sangat berbahaya. Sebab, di sebagian titik, selokan terbuka tanpa beton penutup.
Jadi, risiko pemotor lawan arah ada tiga. Pertama, tercebur got atau kesenggol beton penutup got. Bisa fatal, dimakan kendaraan dari arah normal. Kedua, ditabrak kendaraan dari arah normal. Ketiga, ditilang polisi.
Namun, tilang polisi hanya terjadi pada sekitar 30 tahun silam. Saat itu polisi penilang selalu dilawan warga. Ada ratusan orang pelawan arah. Melawan bersama-sama. Polisi kewalahan menilang. Dibiarkan pun, polisi salah. Polisi tidak menegakkan hukum.
Akhirnya (sudah sangat lama) tak pernah lagi ada tilang di sana. Pemotor bebas melawan arah. Seolah legal. Selama 36 tahun.
Sepanjang kurun itu ribuan kecelakaan terjadi di sana. Mungkin ratusan ribu. Tak ada yang menghitung. Termasuk jumlah yang tewas. Kendati begitu, pemotor pelawan arah tidak pernah gentar. Maju terus. Sluman-slumun slamet.
Jangan salah, pemotor lawan arah di Jakarta sangat berani. Berani salah. Jangankan youtuber yang merekam video pemotor lawan arah, polisi pun dilawan. Dikeroyok. Mereka tidak berani satu lawan satu. Beraninya mengeroyok.
Maka, jika pihak Suku Dinas Perhubungan Jaksel menyatakan usulan contraflow Lenteng Agung masih akan dikaji, sesungguhnya luar biasa. Luar biasa lelet (malas). Sebab, problem itu sudah berlangsung 36 tahun. Tanpa solusi.
Walaupun, sikap pihak sudin perhubungan itu bisa dimaklumi jika dihubungkan dengan sikap pemotor pelawan arah yang ganas itu. Ada hubungan kausalitas. Sebab-akibat.
Begini: Akibat pengguna jalan galak, pemangku otoritas jalan jadi lelet. Ataukah sebaliknya? (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: