Inovasi Dua Siswa SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya (2): Skincare Mengkudu Buatan Aisyah

Inovasi Dua Siswa SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya (2): Skincare Mengkudu Buatan Aisyah

Skincare buatan Aisyah dinamai MorC Glow. Singkatan dari morinda citrifollia, nama latin buah mengkudu yang bisa menghaluskan dan melembabkan kulit.-Ahmad Rijaluddin-

HARIAN DISWAY - Siswa SDN Jemur Wonosari 1, Galang dan Aisyah Avicena RL, memiliki inovasi menarik. Galang dengan maggot, Aisyah mengolah mengkudu menjadi produk skincare. Dua anak SD yang jadi agen perubahan.
 
Bangunan SDN Jemur Wonosari 1 berbentuk hampir menyerupai segitiga. Mengerucut di ujung, di belakangnya melebar. Di sekitar kompleks sekolah, melingkar, banyak ditumbuhi tanaman mengkudu.
 
Pada musim kemarau seperti ini, mengkudu-mengkudu itu mulai berbuah. Tumbuh subur. Berkat pupuk Kasgot, kreasi Galang, siswa SD kelas 6. Sedangkan Aisyah, yang juga siswi kelas 6, mengolah mengkudu-mengkudu itu menjadi produk skincare. 

BACA JUGA: Inovasi Dua Siswa SDN Jemur Wonosari 1 Surabaya (1): Galang Budidayakan Maggot jadi Kasgot
 
Dia menamakan brand-nya dengan MorC Glow. “Singkatan dari morinda citrifollia, nama latin buah mengkudu. Khasiat buah itu bisa menghaluskan dan melembabkan kulit,” ujar Aisyah. 
 
Produk itu dikemas dalam botol plastik kecil. Aisyah, dibantu guru-gurunya, telah melakukan penelitian terhadap mengkudu. “Awalnya saya mencoba tiga metode: direbus, dijus, dan difermentasi,” ungkapnya.
 
Hasil mengkudu rebus dan jus mengkudu rupanya tak maksimal. “Sampel jus dan rebusan itu didiamkan dalam toples. Setelah itu dilihat menggunakan mikroskop. Ada bintik-bintik hitam pipih dan panjang,” terangnya.
 
Bintik-bintik hitam itu menunjukkan kandungan mikroba. Tentu tak maksimal apabila digunakan untuk kesehatan kulit. Berbeda dengan mengkudu yang difermentasi.
 
Usai difermentasi dan dilihat dengan mikroskop, ternyata tak ada mikrobanya sama sekali. “Itu yang cocok. Hasil dari fermentasi mengkudu ada dalam botol ini,” katanya, sembari menunjukkan botol kecil berisi cairan kehitaman.
 
“Di dalam mengkudu ada kandungan perokseronin. Fungsinya untuk mengangkat sel kulit yang rusak. Hasilnya, kulit halus dan lembut,” terang anak 11 tahun itu.
 
Dia kemudian menyemprotkan MorC Glow pada telapak tangannya. Lotion berwarna putih. Aromanya harum. 
 
Pada tahap awal, proses fermentasi mengkudu itu berlangsung selama 5 hari. Cairan fermentasi itu dicampur dengan bahan-bahan lotion. “Diaduk rata, didiamkan untuk pendinginan selama satu malam,” ungkapnya.
 
Setelah itu, Aisyah memberi campuran pewangi dan aloe vera. Itulah yang membuat khasiat produk lotionnya dapat maksimal. Ditambah aromanya wangi segar.
Produk MorC Glow pun telah dipasarkan. Baik offline maupun online. Aisyah mengikuti berbagai bazaar. Seperti bazaar BK3S, bazaar sekolah, serta dipasarkan di berbagai sekolah binaan.
 
Aisyah memang memiliki beberapa sekolah binaan. Dia ingin menggalakkan penanaman mengkudu, khususnya di lahan-lahan adopsi. “Saya ingin mewujudkan hutara atau hutan raya mengkudu. Menggalakkan budidaya tanaman itu,” ungkapnya.
 
Langkah itu telah dilakukannya di lahan sekitar sekolah, juga dalam green house. Awalnya dia membersihkan terlebih dulu tanah yang akan ditanami. Kerikil-kerikil dan bebatuan disingkirkan.
 
Lantas, tanah diberi sampah organik. Supaya lebih subur. Setelah itu dilapisi tanah lagi. Baru tanaman indukan mengkudu ditanam. Aisyah memilih indukan atau mengkudu yang dipindah-tanam. 
 
Sebab, proses tumbuhnya akan lebih mudah dan cepat. Ditunjang pula dengan pemberian pupuk kasgot kreasi Galang. Pupuk bekas remah-remah sisa makanan maggot itu terbukti mampu menyuburkan tanah dan tanaman. 
 
“Kalau menanam yang efektif itu saat musim kemarau. Proses adaptasinya cepat. Kalau hujan, adaptasinya lama,” katanya. Mengkudu saat musim hujan, tampak layu dan seakan mati. 
 
Namun, itu hanyalah proses adaptasi semata. Selang dua minggu, tanaman itu akan sehat kembali. Hingga kini, tanaman mengkudu yang telah ditanam oleh Aisyah di lahan sekolah, sekolah binaan dan lahan adopsi, berjumlah 18.374.
 
Itu pula yang membuat Aisyah terpilih sebagai finalis Puteri Lingkungan Hidup, dari ajang Lingkungan Hidup yang digelar oleh yayasan Tunas Hijau. Partner-nya, Galang, menjadi finalis Pangeran Lingkungan Hidup.
 
“Semacam kompetisi, tapi lebih pada bagaimana anak-anak bisa menjadi agen perubahan bagi lingkungan dan masyarakat sekitar,” ujar Tri Wahyuningtyas, guru sekaligus pembimbingnya. 
 
Inovasi Aisyah dan Galang bakal terus berkelanjutan. Bukan sekadar ikut kompetisi, selesai, lalu selesai pula kegiatan positifnya. “Galang mengajak warga sekitar untuk membudidayakan maggot dan mengolah sampah organik. Aisyah dengan penanam pohon,” ujarnya. 
 
Bersama Tunas Hijau, Aisyah telah melakukan sosialisasi penanaman dan khasiat mengkudu pada 17 ribu audience. Baik offline maupun online. Sedangkan yang terlibat dalam penanaman mengkudu, secara keseluruhan mencapai 13 ribu orang dari berbagai daerah. 
 
Sebelumnya, Galang dan Aisyah pernah mengikuti Lomba Peneliti Pelajar Surabaya (LPPS). Keduanya meneliti tentang khasiat mengkudu. Saat itu keduanya meraih juara harapan II.
 
Pihak sekolah mendukung kedua anak inovatif dan kreatif tersebut. Kepala Sekolah SDN Jemur Wonosari 1, Sunyoto, berharap Galang dan Aisyah sukses dalam kompetisi yang diadakan Yayasan Tunas Hijau. 
 
”Menang atau kalah bukan hal yang begitu dikejar. Yang penting, program mereka berkelanjutan.Dengan peran mereka itu semoga terasa dampak dalam masyarakat dan faktor keberlanjutannya,” pungkas Tri. (Guruh Dimas Nugraha)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: