Kompak Unjuk Rasa di 54 Negara, Suarakan Bahaya Perubahan Iklim

Kompak Unjuk Rasa di 54 Negara, Suarakan Bahaya Perubahan Iklim

Spanduk yang terpasang di Bonn, Jerman saat protes massal di 54 negara 15-17 September 2023. -Reuters-

HARIAN DISWAY - Ribuan orang dari 54 negara yang terdiri dari berbagai kalangan dan latar belakang turun ke jalan untuk menggelar demonstrasi massal yang berlangsung sejak 15 September 2023 hingga 17 September 2023. Unjuk rasa ini merupakan yang terbesar sejak pandemi Covid-19 melanda dunia.

Pemicu dari demonstrasi ini adalah meningkatnya bencana alam seperti kebakaran hutan, banjir, dan kekeringan yang meresahkan dunia selama tahun ini.

Dari Pakistan hingga Nigeria, Amerika Serikat hingga Filipina, demonstran mengekspresikan kekhawatiran mereka terhadap perubahan iklim yang semakin memprihatinkan.

Mitzi Jonelle Tan, seorang aktivis iklim asal Manila, Filipina, menyatakan, "Protes ini ditujukan kepada semua pemimpin dunia," ujarnya dilansir dari Reuters.

Dia menambahkan, "Pemerintah (dari berbagai negara) telah menghabiskan USD 7 triliun (Rp 107 biliar) untuk subsidi minyak bumi, gas, dan batu bara. Kami ingin pemerintah membatalkan produksi yang menggunakan minyak bumi dan gas, karena dapat memicu kerusakan alam yang lebih parah," lanjutnya.

BACA JUGA:Hong Kong Terendam karena Dilanda Hujan Terderas Sejak 140 Tahun Silam

BACA JUGA:Banjir di Libya, 5 Ribu Orang Tewas, 10 Ribu Orang Hilang

Pertemuan KTT ASEAN ke-43 yang baru-baru ini berlangsung membahas perubahan iklim sebagai isu utama, mengingat meningkatnya insiden seperti kebakaran hutan, kekeringan, dan bencana lainnya yang disebabkan oleh perubahan iklim global.

Selain meminta pengurangan produksi bahan bakar fosil, demonstrasi ini juga fokus pada dorongan agar pemerintah mencari sumber energi terbarukan yang dapat digunakan di seluruh dunia.

"Kami ingin pemerintah menemukan bahan bakar terbarukan yang dapat membantu penduduk Afrika," kata Eric Njuguna, seorang aktivis dari Kenya.

Negara-negara maju telah menawarkan bantuan dana untuk mengatasi krisis perubahan iklim. Pembangunan energi terbarukan dinilai memerlukan investasi yang lebih sedikit dibandingkan dengan produksi bahan bakar fosil.

Dana yang signifikan telah dialokasikan untuk mengatasi dampak kenaikan suhu global, badai, kekeringan, dan perubahan iklim lainnya.

Lebih dari 15.000 orang dari berbagai latar belakang berpartisipasi dalam demonstrasi ini, dengan harapan bahwa pemerintah akan mengambil tindakan tegas untuk mengurangi penggunaan bahan bakar fosil.

Keprihatinan terhadap penggunaan batu bara yang meningkat juga menjadi salah satu fokus, dengan prediksi penurunan drastis dalam pasokan batu bara pada tahun 2030.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: reuters